Polri Puji Diskusi IWO Seksi, Sejalan Dalam Penegakan Hukum
Jakarta-Pesatnya perkembangan teknologi dan kecepatan masyarakat dalam mendapatkan sebuah infomasi, terutama yang mengadung berita bohong alias hoax menjadi perhatian serius bagi aparat kepolisian.
Menurut Kombes DR. Slamet Pribadi mewakili Divisi Humas Polri karena sesuai ketentuan Undang-Undang Kepolisian yang mengamanatkam tugas Polri dalam memeliharaan kemanan, perlindungan dan pengayoman terhadap masyarakat hingga pada penegakan hukum. Karena itu Polri sudah membentuk tim Satuan Tugas (Satgas).
“Kapolri sudah membentuk satuan tugas, ada di Humas Polri yang bertugas memberikan sejumlah klarifikasi dan cap stempel hoax terhadap sebuah postingan di media sosial," ujar Slamet dalam Diskusi Ikatan Wartawan Online (IWO) di Wisma PKBI, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Sebab itu, Dia memuji diskusi publik kali ini, selain seksi juga menggelitik, pasalnya media betul-betul ada di pusaran politik dan hoax itu sendiri ditengah demokrasi saat ini. Dia berharap, wartawan dan media massa harus mampu mengedepankan profesionalisme sebagai jurnalis, dan menjaga netralitas sehingga tidak masuk dalam pusaran Pilkada dan hoax, karena masyarakat yang menilainya.
“Harapan kepolisian, jangan sampai kondisi saat ini, ketika media melakukan keberpihakan, sehingga ketika media sudah berpihak masyarakat yang akan mengawasinya. Contohnya, pada media visual akan langsung berpindah pada visual lainnya,” ujar mantan Humas BNN tersebut.
Terkait dengan pilkada serentak, lanjut Slamet hal itu tak luput dari persoalan berita sara dan hoax yang menyudutkan pasangan calon lainnya.
Sebabnya, Satgas Polri yang ada di Balintelkamsus Polri untuk melakukan pencegahan dan kontra narasi terhadap postingan yang dinilai hoax, karena jika tidak dicegah akan mengganggu stabilitas keamanan.
"Kami harus bisa menjaga ketertiban di era digital ini dan ini semakin sulit. Karena ribut di media sosial bisa berimbas di dunia nyata. Karena itu satuan kerja Bareskrim, sampai di sini nuansanya adalah penegakan hukum setelah tentunya dilakukan pendekatan dan hukum," ujar dia.
Slamet menambahkan, saat ini Polri terus berupaya menekan berita yang bersifat negatif, khususnya di media sosial, karennya masyarakat diminta untuk menahan diri. Sebab, ketika ada ucapan ujaran kebencian yang bersifat SARA pasti akan jadi bahan kampanye di pilkada.
"Sedikit ciri dari berita yang bersifat negatif itu adalah bersifat bombastis dan selalu minta untuk bisa menjadi viral. Misalnya ada tulisan, viralkan atau mohon bantu share, nah yang seperti itu biasanya mencari sesuatu yang tersebar secara luas. Lebih baik tahan dan cari tahu kebenarannya," tutup Slamet.
Terkait satgas anti SARA yang dibentuk ia mengklaim sudah banyak mendapati hal seperti itu di berbagai daerah. Hanya sayang Slamet tak bisa memberikan data rinci karena tidak memegang datanya. "Saya tak pegang data yang jelas jika terbukti pelanggaran hukum akan kami tindak," sebutnya.
Menurutnya berita hoax yang masif bisa mengganggu ketahanan nasional Tanah Air, terlebih jika masyarakat memiliki sifat mudah percaya dan mudah terpengaruh. "Kami harus bisa menjaga ketertiban di era digital ini dan ini semakin sulit. Karena ribut di media sosial bisa berimbas di dunia nyata," tandasnya. (IWO)
Menurut Kombes DR. Slamet Pribadi mewakili Divisi Humas Polri karena sesuai ketentuan Undang-Undang Kepolisian yang mengamanatkam tugas Polri dalam memeliharaan kemanan, perlindungan dan pengayoman terhadap masyarakat hingga pada penegakan hukum. Karena itu Polri sudah membentuk tim Satuan Tugas (Satgas).
“Kapolri sudah membentuk satuan tugas, ada di Humas Polri yang bertugas memberikan sejumlah klarifikasi dan cap stempel hoax terhadap sebuah postingan di media sosial," ujar Slamet dalam Diskusi Ikatan Wartawan Online (IWO) di Wisma PKBI, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Sebab itu, Dia memuji diskusi publik kali ini, selain seksi juga menggelitik, pasalnya media betul-betul ada di pusaran politik dan hoax itu sendiri ditengah demokrasi saat ini. Dia berharap, wartawan dan media massa harus mampu mengedepankan profesionalisme sebagai jurnalis, dan menjaga netralitas sehingga tidak masuk dalam pusaran Pilkada dan hoax, karena masyarakat yang menilainya.
“Harapan kepolisian, jangan sampai kondisi saat ini, ketika media melakukan keberpihakan, sehingga ketika media sudah berpihak masyarakat yang akan mengawasinya. Contohnya, pada media visual akan langsung berpindah pada visual lainnya,” ujar mantan Humas BNN tersebut.
Terkait dengan pilkada serentak, lanjut Slamet hal itu tak luput dari persoalan berita sara dan hoax yang menyudutkan pasangan calon lainnya.
Sebabnya, Satgas Polri yang ada di Balintelkamsus Polri untuk melakukan pencegahan dan kontra narasi terhadap postingan yang dinilai hoax, karena jika tidak dicegah akan mengganggu stabilitas keamanan.
"Kami harus bisa menjaga ketertiban di era digital ini dan ini semakin sulit. Karena ribut di media sosial bisa berimbas di dunia nyata. Karena itu satuan kerja Bareskrim, sampai di sini nuansanya adalah penegakan hukum setelah tentunya dilakukan pendekatan dan hukum," ujar dia.
Slamet menambahkan, saat ini Polri terus berupaya menekan berita yang bersifat negatif, khususnya di media sosial, karennya masyarakat diminta untuk menahan diri. Sebab, ketika ada ucapan ujaran kebencian yang bersifat SARA pasti akan jadi bahan kampanye di pilkada.
"Sedikit ciri dari berita yang bersifat negatif itu adalah bersifat bombastis dan selalu minta untuk bisa menjadi viral. Misalnya ada tulisan, viralkan atau mohon bantu share, nah yang seperti itu biasanya mencari sesuatu yang tersebar secara luas. Lebih baik tahan dan cari tahu kebenarannya," tutup Slamet.
Terkait satgas anti SARA yang dibentuk ia mengklaim sudah banyak mendapati hal seperti itu di berbagai daerah. Hanya sayang Slamet tak bisa memberikan data rinci karena tidak memegang datanya. "Saya tak pegang data yang jelas jika terbukti pelanggaran hukum akan kami tindak," sebutnya.
Menurutnya berita hoax yang masif bisa mengganggu ketahanan nasional Tanah Air, terlebih jika masyarakat memiliki sifat mudah percaya dan mudah terpengaruh. "Kami harus bisa menjaga ketertiban di era digital ini dan ini semakin sulit. Karena ribut di media sosial bisa berimbas di dunia nyata," tandasnya. (IWO)