Penutupan Festival Seni Qasidah Berskala Besar Tingkat Nasional ke XXII Berujung Protes
Penutupan Festival Seni Qasidah Berskala Besar Tingkat Nasional ke XXII bertempat di Kota Padang, Sumatera Barat, Jumat malam (24/11) berujung protes dari peserta Provinsi Papua dan Papua Barat.
Beberapa peserta merasa hasil keputusan dewan juri tidak fair dan penuh intervensi. Kekecewaan rombongan dari Papua Barat ini juga dikuatkan oleh Ketua Tim Sulawesi Tengah, sebagai kelompok Islam minoritas, rombongan Papua Barat memiliki 8 group. Ternyata yang diumumkan hasil oleh panitia Lasqi tersebut adalah provinsi yang memiliki 10 group.
" Dengan sendirinya peserta dari provinsi yang minoritas Islam tersingkir dengan sendirinya. Jika begini, bagaimana Islam mau syiarkan agamanya akibat oknum panitia yang tidak fair, " urai Mis dari Sulteng sambil berurai air mata.
Sebagaimana yang diutarakan peserta dari provinsi Papua Barat, merasa tidak puas atas keputusan yang dikeluarkan oleh dewan juri. Mereka menilai, pelaksanaan festival tidak murni serta ada intervesi.
Salah seorang official/peserta Papua Barat, Sanusi yang meradang usai pembacaan pengumuman pemenang di lapangan Imam Bonjol Padang, Sumbar, Jumat malam (24/11).
“Festival ini harus murni, jujur dan jangan ada intervesi”, pinta Sanusi yang disoraki oleh peserta disekitarnya, termasuk rombongan dari Lampung dan Sulawesi Tengah.
Menurutnya, “Tujuan kami kesini untuk syiar, karena kami cinta Islam, cinta qasidah. Bagaimana melakukan syiar melalui qasidah, terangnya.
Selama ini kami tidak pernah alpha dalam setiap iven lasqi. Dimanapun kami berangkat, karena kami cinta Islam, kami ingin bersahabat, kami ingin berkenalan dengan sesama muslim dari seluruh penjuru nusantara, sampainya.
Dalam hal ini, kami hanya meminta pengakuan dari DPP dan panitia, bahwa kami ada. Meskipun di Papua Barat, umat Islam dianggap minoritas, tapi kami ada, jelas Sanusi.
Yang memiriskan, untuk penginapan saja, kami (peserta Papua Barat) tidak difasilitasi. Disini kami tinggal di Asrama Haji dan semua kami bayar. Untuk ke lokasi acara perlombaan, biaya transportasi kami harus bayar Rp.900 ribu per-hari, ungkapnya.
Apabila seperti ini, maka Lasqi tidak akan pernah besar kalau masih saja ada intervensi, ingat Sanusi.