JAKARTA - Upaya negosiasi antara aparat dengan kelompok bersenjata yang menyandera warga di Papua mengalami jalan buntu. Aparat mengaku kesulitan berkomunikasi dengan pimpinan kelompok tersebut karena menolak berkomunikasi dengan pihak luar. "Pimpinan kelompok tersebut tak mau berkomunikasi tapi aparat terus berusaha," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).
Setyo mengatakan, tim gabungan antara Polri dan TNI mencoba menghubungi pimpinan kelompok kriminal bersenjata. Sayangnya, kelompok tersebut tidak membuka ruang komunikasi. Padahal, upaya negosiasi dilakukan agar tidak timbul korban yang lebih banyak.
Saat ini, kata Setyo, hanya perempuan yang diberi akses ke luar kampung untuk berbelanja bahan makanan. Namun, laki-laki tidak diberikan akses dan dilarang keluar dari wilayah tersebut. "Warga masih baik-baik saja. Memang secara fisik mereka tak mendapatkan kekerasan, tapi secara psikis orang dilarang dibatasi kan ada," ungkapnya.
Setyo tidak bisa memastikan kapan proses negosiasi bisa dilakukan. Selain melakukan pendekatan lunak, satgas juga memastikan agar warga yang disandera aman tanpa kekerasan.
"Tergantung dari situasi dan kondisi karena negosiasi itu kan para pihak mendapatkan apa yang diharapkan. Kalau sudah mendapat kan bisa deal. Kalau tidak, kan harus melakukan negosiasi terus, komunikasi terus dan bargaining," ungkapnya.
Seperti diketahui sebanyak 1.300 warga dari dua desa, yakni Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, yang dilarang keluar dari kampung itu oleh kelompok bersenjata. (SIN)