TPF PWI Dituding Dibiayai Pengusaha Hitam

Jakarta - Tim Pencari Fakta (TPF) yang diawaki oleh Persatuan Wartawan Indonesia dalam menelisik kasus tewasnya Mohamad Yusuf, wartawan Sinar Pagi Baru yang tewas di tahanan Polres Katabaru, Kalimantan Selatan, dituding dibiayai oleh pengusaha hitam Haji Isam.

"Endingnya mudah ditebak, PWI akan mengeluarkan pernyataan bahwa almarhum meninggal secara wajar," ungkap Wilson Lalengke, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga  Indonesia (PPWI) melalui WA-nya di grup Menggugat Dewan Pers, malam ini sekitar 22.30 WIB.

Menurut Wilson, aroma tidak sedap itu mencuat, berdasar informasi yang diperolehnya, dua hari setelah meninggalnya Mohammad Yusuf, ratusan wartawan di Kalsel "pesta pora" di rumah Gubernur Kalsel. Seperti diketahui, Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, adalah paman kandung Haji Isam.

"Walau tema acara buka puasa bersama, tapi H. Isam bagi-bagi ampau," ungkap Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu. Dia menyebut, wartawan junior dan kroco menerima ampau sebesar Rp 500 ribu. Sedang Pemred maupun owner media diguga mencapai belasan juta.

"Maksudnya apa itu? Tak masuk dalam nalar saya," tulisnya di WA, seraya menyebut para wartawan itu sebagai robot tanpa hati, para begundal Haji Isam.

"Kawannya tewas di penjara, eh, malah mereka berbahagia dibagi THR oleh simafioso itu," sambungnya dengan nada jengkel.

Lagi-lagi Wilson menyebut mereka gerombolan pecundang gila. "Semua wartawan di sana penakut, penjilat pantat Isam," ujarnya.

Wilson juga meminta hati-hati terhadap manuvet PWI yang dinilainya pengkhianat pers. "Waspada dan siapkan semangat perlawanan," pintanya kepada jajaran pers yang tidak tercatat pada PWI dan Dewan Pers.

Apalagi, tambahnya, mendiang Mohammad Yusuf tidak tercatat sebagai anggota PWI, yang selalu dicibir dan dianggap sebelah mata sebagai wartawan abal-abal.

"Lho kok, tiba-tiba mereka peduli menelisik kematian almarhum dengan membentuk TPF," ujar Wilson.

Begitupun Ketua Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Taufiq Rachman SH, Ssos, juga mensinyalir ketidakberesan PWI sebagai TPF.

"Kan, PWI selama ini tidak pernah membela wartawan yang bukan anggotanya. Lho kok sekarang, adanya dugaan pelanggaran berat tewasnya mendiang, kok PWI punya solidaritas tinggi. Mau jadi pahlawan kesiangan," semprot Taufiq.

Padahal, menurut dia, tewasnya Mohammad Yusuf, tak bisa dilepaskan dari induk semangnya PWI, Dewan Pers. Sebab, Dewan Pers yang  memberikan rekomendasi kasus almarhum tindak pidana. Bukan delik pers.

"Rekomendasi itu yang membuat penyidik menahan sehingga tewas di tahanan," ujar Taufiq yang menyakini tidak adanya pembelaan dari Dewan Pers.

"Jika ada, saya yakin nasib Mohammad Yusuf tidak mengenaskan," sambungnya.

Taufiq menyebut, andai saja rekomendasi meminta H. Isam untuk melakukan bantahan sesuai Kode Etik Jurnalistik, kasusnya tidak akan seperti itu.

"Cuma, karena Dewan Pers memandang sebelah mata, ya akhirnya Allah punya cara lain membuka aib diskriminasi Dewan Pers pada wartawan di Indonesia," papar Taufiq  .
[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.