Juli 2018

JAKARTA -* Menanggapi surat Dewan Pers Nomor : 371/DP/K/VlI/2018 tentang 'Protes sejumlah orang yang mengatas-namakan watawan, organisasi wartawan maupun perusahaan pers' yang di tangani oleh Yoseph Adi Prasetyo selaku Ketua Dewan Pers.

Dr. H. Eggi Sudjana SH dari kantor pengacara Eggi Sudjana & Partners Law Firm yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Suriyanto, SH, MH, M.Kn. dan Heintje Grontson Mandagie (Klien) berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : 031/ESP/B-SK/VII/2018 tanggal 31 Juli 2018, menyampaikan teguran (somasi) kepada Ketua Dewan Pers.

Somasi itu dilayangkan lantaran isi surat dari Ketua Dewan Pers dengan Nomor : 371/DP/K/VlI/2018 tentang 'Protes sejumlah orang yang mengatas-namakan watawan, organisasi wartawan maupun perusahaan pers' mengandung tuduhan tanpa bukti, fitnah, pencemaran nama baik yang berpotensi merusak kredibllitas dan reputasi kliennya.

Surat somasi itu ini disampaikan secara resmi oleh Advokat Dr. H. Eggi Sudjana SH dari kantor pengacara Eggi Sudjana & Partners Law Firm, Nomor : 031/ESP/VII/2018 tertanggal 31 Juli 2018 yang dikeluarkan di Jakarta.

Di dalam surat somasi ini yang berisikan sejumlah poin dan ditandatangani oleh Advokat, Dr. H. Eggi Sudjana SH ikut ditembuskan kepada Presiden RI Joko Widodo, Menteri Kordinator Polhukam, Manteri Sekertaris Negara, Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika, Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia, Kapala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Para Pimpinan BUMN/BUMD, Para Karo Humas dan Protokoler Pemprov serta Pemkab Pemkot se-Indonesia maupun kepada para Pimpinan Parusahaan.

Dipenghujung Surat Somasi (teguran) yang disampaikan kepada Dewan Pers itu dan ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, juga disebutkan Apabila dalam tempo 3x24 jam 3 hari tidak mengindahkan somasi/teguran tersebut, maka pihaknya akan menempuh jalur hukum dengan peraturan yang berlaku.

Berikut isi lengkap surat somasi yang di sampaikan oleh Dr. H. Eggi Sudjana SH dari kantor pengacara Eggi Sudjana & Partners Law Firm kepada Ketua Dewan Pers.

---------
*EGGI SUDJANA & PARTNERS*
_Advocates and Counsellor at Law_

Jakarta, 31 Juli 2018

Nomor: 031/ESP/SOM/VII/2018

Kepada Yth.
*Ketua Dewan Pers*
Yoseph Adi Prasetyo
Di Jakarta

_*Perihal: Somasi / Teguran*_

Dengan Hormat,

Kami dari *EGGI SUDJANA & PARTNERS* yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama *Suriyanto, SH, MH, M.Kn.* dan *Heintje Grontson Mandagie* (Klien) berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 031/ESP/B-SK/VII/2018 tanggal 31 Juli 2018 (fotocopy terlampir). Menanggapi surat Dewan Pers Nomor: 371/DP/K/VlI/2018 tentang "Protes sejumlah orang yang mengatas-namakan wartawan, organisasi wartawan maupun perusahaan pers” yang saudara tanda-tangani selaku Ketua Dewan Pers, bersama ini saya Dr. H. Eggi Sudjana, SH dari kantor pengacara Eggi Sudjana & Partners Law Firm menyampaikan *TEGURAN (SOMASI)* kepada saudara selaku Ketua Dewan Pers atas perbuatan yang saudara lakukan melalui surat tersebut di atas yang isinya mengandung tuduhan tanpa bukti, fitnah, pencemaran nama baik yang berpotensi merusak kredibllitas dan reputasi klien kami. Untuk itu bersama ini pula kami sampaikan teguran kami tersebut, sebagai berikut :

1. Bahwa, Dewan Pers harus segera melayangkan *surat permintaan maaf kepada Klien Kami* dengan tembusan ke seluruh instansi yang sama seperti pada surat yang dimaksud di atas.

2. Bahwa, Dewan Pers harus segera *meminta maaf secara terbuka* melalui seluruh media nasional, cetak maupun elektronik, terkait kematian wartawan Kemajuan Rakyat, almarhum Muhammad Yusuf akibat rekomendasi saksi ahli Dewan Pers (red - Leo Batubara) kepada pihak kepolisian. Dewan Pers yang seharusnya menjadi lembaga yang paling memahami mekanisme pemberitaan di media massa tapi pada prakteknya sangat tidak mengerti dan tidak professional. Buktinya, almarhum Muhammad Yusuf sebagai watawan di media Kemajuan Rakyat seharusnya tidak bisa dimintai pertanggung-jawabannva terkait hasil Iiputannya yang dimuat di media Kemajuan Rakyat. Alasannya, mekanisme keredaksian di seluruh media di jagad raya ini adalah setiap berita yang diliput oleh reporter atau wartawan itu harus diajukan dulu kepada redaktur dan jika diangap sudah berimbang, atau cover both side, baru disetujui oleh pimpinan redaksinya sebagai penanggung-jawab kemudian dinyatakan Iayak ditayangkan atau dipublikasikan. Jadi penilaian saksi ahli Dewan Pers (red - Leo Batubara) yang berujung rekomendasi kepada aparat berwajib bahwa berita yang dimuat Media Kemajuan Rakyat adalah karena kesalahan almarhum dan bukan penanggung-jawab, adalah sangat tldak professional. Karena almarhum dianggap bukan wartawan akibat belum ikut UKW dan medianya belum diverifikasi, serta berita yang dimuat tersebut dinilai bukan sebagai karya jurnalistik dan melanggar kode etik jurnalistik. Kekeliruan rekomendasi Dewan Pers ini yang wajib dijelaskan kepada masyarakat lewat permohonan maaf melalui media massa.

3. Bahwa, kematian Sdr. Muhammad Yusuf (alm.) merupakan takdir Allah SWT. Namun kausalitasnya menjadi tanggung jawab manusia yang terkait dengan peristiwa kematian tersebut. Oleh karena itu, ada keterkaitannya dengan tindakan dari Dewan Pers yang memberi rekomendasi saksi ahli (red - Leo Batubara) yang menyatakan bahwa berita yang ditulis oleh Alm. Muhammad Yusuf bukanlah sebuah karya Jurnalistik dan melanggar kode etik jurnalistik. Serta, Alm. Muhammad Yusuf dianggap bukan wartawan karena belum mengikuti uji kompetensi wartawan. Sehingga dengan rekomendasi ini, Almarhum ditahan pleh pihak kepolisian, dan diduga adanya penganiayaan karena terdapat tanda lebam di tubuh Almarhum. Dari perbuatan tersebut, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers berlaku, yang dengan demikian *Dewan Pers wajib menyantuni keluarga korban almarhum Muhammad Yusuf,* terutama kepada kedua orang anaknya; jika tidak, kami akan melaporkan tindakan saudara karena tindakan saudara diduga ikut serta dalam penganiayaan tersebut yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

4. Bahwa, Dewan Pers harus segera *mencabut dan menghentikan kebijakan dan peraturan-peraturan di bidang pers* tentang pelaksanaan veriflkasi media yang sudah melampaui kewenangan dan fungsi Dewan Pers serta bertentangan dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

5. Bahwa, Dewan Pers wajib *meminta maaf kepada seluruh media massa* yang belum diverifikasi melalui seluruh media nasional baik cetak maupun elektronik untuk memulihkan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap media yang dilecehkan tersebut.

6. Bahwa, Dewan Pers wajib *meminta maaf kepada seluruh organisasi pers* yang disebut penumpang gelap dan mengatasnamakan organisasi pers serta mengaku wartawan dan mewakili wartawan dalam aksi protes di gedung Dewan Pers tanggal 4 Juli 2018 Ialu, melalui seluruh media nasional, baik cetak maupun elektronik, untuk memulihkan kredibilitas dan reputasi organisasi-organisasi pers yang merupakan Klien Kami.

7. Bahwa, Dewan Pers harus segera *mencabut dan menghentikan seluruh kebijakan dan peraturan-peraturan* Dewan Pers di bidang pers tentang standar kompetensi wartawan, penunjukan lembaga sertifikasi profesi, pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan, Surat Keputusan Dewan Pers tentang penetapan 27 LSP, yang melampaui kewenangan dan fungsi Dewan Pers, serta bertentangan dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

8. Bahwa, Dewan Pers harus segera *mencabut dan menghentikan  seluruh rekomendasi Dewan Pers* terhadap wartawan dan media yang menjadi teradu akibat permasalahan pemberitaan dan menyerahkan kepada organisasi pers untuk diproses melalui sidang majelis kode etik di masing-masing organisasi pers, dan tidak diserahkan ke pihak berwajib, agar kriminalisasi terhadap pers tidak terulang kembali.

9. Bahwa, Dewan Pers segera *menyerahkan seluruh kewenangan pengaturan di bidang pers* kepada organisasi-organisasi pers untuk menetapkan peraturan-peraturan di organisasi pers masing-masing sehingga pelaksanaan verifikasi media, sertifikasi kompetensi wartawan, dan pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi diserahkan kepada mekanisme organisasi pers masing-masing lewat pengajuan lisensi melalui lembaga resmi yang dibentuk Pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau BNSP.

10. Bahwa, Dewan Pers segera *membuat Iaporan kepada Kami Masyarakat Pers tentang penarikan dana* atau biaya Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sebesar Rp 1.500.000, sampai dengan Rp 3.500.000; per orang, sementara di lain pihak Dewan Pers mendapat kucuran dana millaran ruplah dari APBN.

11. Bahwa, Dewan Pers Wajib *mengumumkan atau membuat laporan kepada pemerintah,* dalam hal ini Kemenkominfo, terkait pengelolaan gedung Dewan Pers yang di dalamnya terdapat kegiatan ekonomi atau praktek sewa pakai ruangan kantor kepada pihak Iain di luar Dewan Pers. Setiap aset milik pemerintah yang dikelola dan ada kegiatan ekonomi di dalamnya wajib dilaporkan ke pemerintah agar bisa diatur tentang potensi penerimaan negara. Jika biaya sewa pakai ruang kantor gedung Dewan Pers tidak dilaporkan ke pemerintah dan pengelolaan keuangannya tidak dilaporkan pula maka ada potensi kerugian negara di dalamnya.

12. Bahwa, *Pernyataan Dewan Pers lewat surat tersebut di atas berpotensi menghilangkan kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi ratusan ribu wartawan* yang bekerja di 43 ribu media karena ditutupnya akses untuk memperoleh informasi dan ekonomi dari seluruh jajaran pemerintahan di pusat maupun di daerah, termasuk ke perusahaan di seluruh Indonesia. Padahal pemerintah kini tengah gencar berupaya menciptakan lapagan pekerjaan, namun Dewan Pers justeru sibuk memberangus perusahaan media. Ini akan berdampak buruk bagi puluhan rIbu perusahaan pers tersebut dan dapat menciptakan ratusan ribu pengangguran baru.

13. Bahwa, Dewan Pers yang pengangkatannya disahkan oleh Presiden Republik Indonesia harus memahami bahwa secara hukum, setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (2). Kemudian dalam Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, juga menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempenahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannva. Selain itu, dalam Pasal 11 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, menyebutkan setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Oleh karena itu, untuk mewujudkan atau meningkatkan taraf kehidupan yang layak bagi setiap warga Indonesia, pemerintah wajib menciptakan lapangan pekerjaan untuk seluruh warga Indonesia. Ini sesuai dengan kewajiban pemerintah atas pemenuhan hak-hak warga Indonesia, sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 71 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan bahwa *pemerintah wajib dan bertanggung jawab, menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan Hak Asasi Manusia* yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diratifikasi oleh negara Republik Indonesia.

14. Bahwa, *Presiden Republik Indonesia Joko Widodo harus segera mengambil tindakan tegas kepada Dewan Pers* yang telah menyebabkan kematian seorang wartawan akibat rekomendasinya menyerahkan permasalahan pers ke proses hukum pidana. Sangat memprihatinkan, bahwa berita yang dibuat oleh almarhum Muhammad Yusuf seharga nyawanya sendiri. Pers Internasional bahkan sudah bereaksi keras, tapi Presiden RI yang seharusnya melindungi rakyatnya, malah diam saja.

15. Bahwa, *Presiden Rl Joko Widodo segera memerintahkan Kemenkominfo untuk mengganti kepengurusan Dewan Pers yang dipimpin oleh Yoseph Adi Prasetyo* dan mengubah mekanisme rekrutmen anggota Dewan Pers sesuai dengan asas demokratisasi, yang tidak hanya ditentukan oleh unsur SPS, PRSSNI, ATVSI, ATVLI, PWl, Al. IT], tetapi sangat perlu dilibatkan dari unsur Sekber Pers Indonesia dan Masyarakat Pers seluruh Indonesia.

Surat teguran kami ini kepada Dewan Pers dan ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk diperhatikan dan dilaksanakan. *Apabila dalam tempo 3X24 jam tidak mengindahkan somasi/teguran ini, maka kami akan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.* Terima kasih.

Hormat Kami atas nama Kuasa Hukum

*EGGI SUDJANA & PARTNERS*
_Advocates and Counsellor at Law_

DTO

*DR. H. Eggi Sudjana. S.H. M.Si*
Advokat

Tembusan Kepada Yth.:
1. Presiden RI Ir. H. Joko Widodo
2. Menteri Kordinator Polhukam
3. Menteri Sekertaris Negara
4. Menteri Dalam Negeri
5. Menteri Komunikasi dan Informatika
6. Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia
7. Kepala Kepolisian Republik Indonesia
8. Jaksa Agung Republik Indonesia
9. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional
10. Para Pimpinan BUMN/BUMD
11. Para Karo Humas dan Protokoler Pemprov. Pemkab/Pemkot se-Indonesia
12. Para Pimpinan Perusahaan seluruh Indonesia. (JMl/Red)

PADANG - Sekretaris DPRD Kota Padang, Syahrul mengakui sudah menerima surat pengajuan pengunduran diri beberapa orang anggota DPRD Kota Padang yang pindah caleg ke parpol lain di Pemilihan Umum Legislatif 2019.

"Suratnya sudah masuk tanggal 22 Juli lalu dan sudah kita terima dan sudah kita proses," ujar Syahrul di ruangan kerjanya Selasa, (31/7).

Sekwan mengatakan, sampai saat ini, surat tersebut sudah dilanjutkan kepada Walikota Padang dan diteruskan ke Gubernur Provinsi Sumatera Barat dan dibuatkan surat keputusan pemberhentian mereka.

Suratnya sudah kami teruskan ke Walikota dan nanti Walikota yang meneruskan ke Gubernur," ungkapnya.

Setelah dikeluarkan surat keputusan pemberhentian dari Gubernur, kata Syahrul, baru dilakukan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) dan penggantinya juga di-SK-kan oleh gubernur.

"Namun soal mereka apakah sudah mengajukan surat pengunduran diri ke partai lama, itu urusan mereka, bukan kami," tegasnya.

Pada pileg 2019, diperkirakan ada lima orang anggota DPRD Kota Padang yang pindah mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif melalui partai lain.

Sementara itu, Ketua DPC Partai Hanura Kota Padang, Evi Amri mengaku belum menerima surat pengunduran diri anggota Fraksi Partai Hanura DPRD Kota Padang yang pindah caleg ke partai lain, yaitu Osman Ayub caleg Zaharman  caleg di PKS dan Yendril  caleg di PKB.

"Sampai saat ini, saya belum menerima surat pengunduran diri mereka. Jadi, semuanya saya anggap isu. Sampai saat ini Fraksi Partai Hanura masih utuh, " tukasnya.


ABEPURA - Toko adat atas nama Masyarakat adat Papua menolak kegiatan segelintir orang yang melakukan aksi pengumuman Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) melalui selebaran.

Aksi mereka sebelumnya juga disebarkan melalui media sosial untuk mengundang simpati massa.

Ondoafi dan juga Kepala Badan Peradilan Adat Jayapura Boaz Enoch kepada wartawan, Selasa (31/7) menghimbau kepada masyarakat Papua agar tidak mudah terprovokasi oleh aktivitas yang berpotensi mengakibatkan tindakan kriminal semisal NRFB.

"Mari kita bangun Papua ini. Jangan mudah melakukan aktivitas merugikan,"
kata Enoch di Rumah makan Sendok Garpu, Kotaraja,Selasa (31/7)

Menurut dia, aktivitas itu merugikan banyak orang, termasuk anak-anak sekolah. Tanah Papua, katanya, merupakan tanah yang diberkati Tuhan untuk memberi makan pada dunia. Tanah ini juga telah dimerdekakan oleh Tuhan.

"Maka jauhkan hal-hal yang tidak menguntungkan," katanya.

Ia juga meminta oknum yang mengatasnamakan NRFPB tidak melibatkan mahasiswa. Sebab mereka adalah generasi masa depan Papua, untuk membangun negeri ini.

Dirinya bahkan meminta semua pihak untuk merapatkan barisan dan bekerja sama membangun tanah Papua.

Boaz juga meminta kepada TNI-Polri untuk tidak membiarkan oknum-oknum pengacau. Bila perlu mengamankan mereka dan menindak sesuai hukum yang berlaku di NKRI.

Di tempat yang sama, Orgenes Kaway, Perwakilan Dewan Adat Suku Sentani mengatakan, kini kita mempersiapkan HUT ke-73 kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus. Oleh karena itu, jangan lagi memecah-belah keutuhan NKRI.

Ia mengatakan, Papua sudah diberikan hak melalui UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus untuk membangun Papua.

"Kalau mau mendirikan negara sendiri kan mustahil," kata Orgenes.

Soal OPM, katanya, sudah terhenti tahun 1961 setelah integrasi melalui Pepera. Sebagai orang adat, dirinya mengimbau siapa pun agar bekerja sesuai profesinya. Jangan ada lagi kelompok-kelompok untuk memecah-belah persatuan.

"Merdeka kan bicara sejahtera. Saran saya kepada seluruh generasi, sadarlah. Selama kita ada, kita diberi kewenangan untuk bangun tanah Papua ini," katanya.

Kemerdekaan apa yang mereka tuntut? Nyatanya, setiap warga Negara di Papua ini memiliki hak yang sama, tidak ada yang dibeda-bedakan. Bahkan Papua justru mendapatkan banyak keistimewaan yang patut kita syukuri.

Mungkin yang menjadi persoalan utama bahwa orang Papua sangat minim dalam menggali kemerdekaan sehingga tertinggal dari Saudara yang lain. Tanah Papua terhampar luas tapi yang bertani secara modern adalah non Papua, laut kita sangat kaya tapi Nelayannya rata-rata non Papua, Kayu sangat banyak tapi yang jadi tukang kayu non Papua. Jadi yang harus kita lakukan adalah membangun SDM agar mampu menggali dan mengisi kemerdekaan. Bukan berpikir merdeka malah menghambat pembangunan, katanya.

JAKARTA -Penyebutan abal abal oleh Dewan Pers (DP) terhadap wartawan, media dan organisasi pers dalam surat edarannya yang ditujukan kepada beberapa instansi pemerintah mendapat kecaman dari pelbagai pihak. Surat edaran itu membuktikan DP diskriminatif dan melecehkan.

"Jelas sekali surat itu melecehkan," tandas Prof Suherman Sadi, Rektor Universitas Attahariyah,  Jakarta. Bahkan, menurut dia, sebutan abal itu tendesius dan provokatif.

"Apa iya, media, wartawan yang terdaftar di DP, jaminan profesional?" tanyanya. Prof Herman, demikian sapaan akrabnya, menggelengkan kepala.

Sekadar ilustrasi, Prof Herman menyebutkan, cukup banyak wartawan senior karena media cetaknya oleng, membuka media online sendiri. "Mereka mengembangkan sendiri dengan modal apa adanya. Apakah mereka juga abal-abal karena tidak terdaftar di DP?" tanyanya lagi.

Menurut  Ketua Bidang Pelatihan dan Pengembangan IPJI ini, terdaftar di DP hanyalah persyaratan administrasi saja, bukan menjadi ukuran profesionalitas. Alasannya, profesionalitas kewartawanan diukur kepada hasil karya. Bukan ditentukan oleh administrasi.

"Aneh, syarat administrasi menggerus profesionalisme," ujar Herman, seraya menyebut sebuah media online tidak bisa mendaftarkan ke DP sebelum enam bulan. Ketentuan ini saja membuktikan regulasi DP berbelit. Tidak sederhana.

Menurut Herman, seyogianya DP kembali kepada khittahnya selaku "wasit" pengawas kode etik, tanpa harus menjadi regulator terhadap pers.

"Jadi, kalau ada menyalahi kode etik, ya sudah serahkan kepada si pengadu," jelasnya, tanpa perlu melebelkan UKW dan Non UKW, tidak terdaftar di DP. Ia juga setuju jika media maupun perusahaan pers harus berbadan hukum.

Di sisi lain, Prof  Herman tak menafikan UKW itu juga sangat diperlukan dalam meningkatkan profesional wartawan, tapi jangan sampai menjadi tolak ukur untuk dilindungi dan pembenaran.

Ditambahkannya, DP menerima kucuran dana miliaran dari negara. Dana itu, seyogianya bisa dialokasikan untuk meng-UKW-kan seluruh wartawan. "Lho, saya dengar biaya UKW saja, jutaan. Belum lagi akomodasinya, apa iya dia sanggup," tanyanya. Lagi-lagi kepalanya menggeleng.

Karena itu, katanya, yang  tidak UKW pun harus dilindungi jika karyanya sesuai kode etik, sekalipun medianya tidak terdaftar.

Dia menyebutkan bahwa hak jawab maupun koreksi itu bukti pers melindungi seseorang dari kesewenangan pers. Apalagi pers wajib memuat hak bantah tersebut.

"Sebenarnya dengan mengedepankan hak jawab, saya yakin tidak ada kriminalisasi pers," tandasnya.

Begitupun soal niatan DP UKW bertaraf internasional, dinilai pelbagai pihak mimpi.

Alasannya, level Internasional hanya mengakui sertifikasi kompetensi dari lembaga resmi yang dibentuk negara, khususnya BNSP. Bukan LSP yang hanya di-SK- kan oleh DP.

"Modulnya gak jelas tidak melalui mekanisme SKKNI, seperti tujuan sertifikasi profesi dalam UU NO 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan agar sertifikasi tersebut berstandar internasional," paparnya.(Ar)

PADANG - Sembilan fraksi di DPRD Kota Padang akhirnya dapat menyetujui KUA - PPAS Tahun 2019. Menurut UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemda dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta PP Nomor 58 Tahun 2005 dibahas dan disepakati bersamacantara Pemda dan DPRD dan dituangkan dalam suatu Nota Kesepakatan Bersama.

Demikian penyampaian Koordinator ketiga pansus DPRD Kota Padang, Asrizal dihadapan peserta rapat paripurna DPRD Kota Padang yang dihadiri secara fisik sebanyak 30 orang dari 45 anggota dewan dengan acara tentang LKPD Tahun 2017 dan KUA - PPAS Tahun 2019, Senin (30/7).

Berdasarkan pointers hasil pembahasan dan rekomendasi terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2017 oleh panitia khusus I (Pendapatan dan Pembiayaan), panitia khusus II (Belanja Langsung ) dan panitia khusus III (Belanja Tidak Langsung) DPRD Kota Padang telah dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mekanisme peraturan tata tertib DPRD Kota Padang.

Menurut Asrizal, laporan LKPD disusun dan disampaikan untuk mendeskripsikan kegiatan pembahasannya oleh Pansus DPRD Kota Padang sesuai bidang tugas dan wewenangnya. Berdasarkan hasil rapat internal, rapat kerja dan dengan mempertimbangkan hasil kunjungan kerja atau konsultasi serta rapat gabungan pansus.

Tujuannya, kata wakil rakyat dari PAN ini sebagai rekomendasi kepada Pemerintah Kota Padang guna perbaikan kinerja penyelenggaraan Pemerintah Daerah ke depannya dan instrumen LKPD akuntabilitas bahwa pansus DPRD telah melaksanakan kegiatan pembahasan LKPD Tahun 2017 dengan baik.

Berdasarkan laporan gabungan pansus yang dibacakan Ilham Maulana, pansus I tentang pendapatan dan pembiayaan merekomendasikan bahwa baru dua OPD yang mencapai target dari sebelas OPD penghasil PAD.

Kedua OPD dimaksud yaitu Bapenda dan Dinas Lingkungan Hidup. Secara keseluruhan PAD Kota Padang ditargetkan sebesar Rp.800 Miliar atau naik sekitar 37,11 % bila dibandingkan dengan APBD Kota Padang Tahun 2018 sebesar Rp.601,248 miliar.

Sementara untuk belanja daerah terkait belanja tidak langsung terdapat peningkatan dibanding APBD Tahun 2018. Disisi lain, realisasi belanja tidak langsung pada APBD Tahun 2017 terjadi penurunan yang disebabkan adanya ASN yang memasuki masa pensiun.

Belanja langsung ada peningkatan sekitar 6,42 %, bila dibandingkan dengan tahun 2018, diharapkan belanja langsung ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Padang.
Sebelumnya pada rapat paripurna DPRD Kota Padang hari Senin, 2 Juli 2018 disampaikan Nota Penyampaian LKPD Tahun 2017 sekaligus ditetapkan 3 pansus berdasarkan Keputusan DPRD Kota Padang Nomor 25 Tahun 2018.

Mahyeldi menyebutkan, ada lima poin yang dilaporkan ke BPK RI Perwakilan Sumbar.  Lima poin itu adalah Laporan keuangan pemerintah daerah Kota Padang itu meliputi, laporan perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan.

Poin selanjutnya, hasil akhir review LKPD oleh Inspektorat, pernyataan tanggung jawab kepada daerah atas LKPD, rancangan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kota Padang tahun 2017.

“LKPD ini juga dilengkapi dengan rancangan penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran 2017,” sebut Mahyeldi.

Mahyeldi menyatakan siap menunggu kedatangan tim BPK RI Provinsi Sumbar untuk melakukan pemeriksaan LKPD tahun 2017. “Terima kasih, kami siap menunggu,” kata Mahyeldi.




Presiden Joko Widodo menyampaikan belasungkawa bagi para korban bencana gempa yang mengguncang wilayah Lombok, Bali, dan Sumbawa. Gempa bumi berkekuatan 6,4 SR mengguncang tiga wilayah itu pada Minggu, 29 Juli 2018, sekira pukul 05.47 WIB.

"Kita ingin mengucapkan duka yang mendalam atas musibah ini, terutama bagi korban yang meninggal. Semoga arwahnya diterima di sisi Allah SWT dan diberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya," ujar Presiden pada Senin, 30 Juli 2018, di Lapangan Madayin, Desa Madayin, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pagi ini, di lokasi tersebut, Presiden Joko Widodo melakukan peninjauan guna memastikan penanganan bagi para korban gempa berjalan dengan cepat dan baik. Dirinya memastikan bahwa bantuan pembangunan rumah korban gempa yang roboh maupun rusak berat akan diberikan secepatnya sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Untuk fasilitas umum, seperti sekolah dan rumah ibadah, Presiden telah memerintahkan Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono untuk segera melakukan perbaikan.

"Rumah-rumah yang roboh terutama yang rusak berat masih dalam proses verifikasi di kelurahan dan kecamatan. Nanti akan dikeluarkan oleh Pak Gubernur mengenai jumlah semuanya berapa dan segera paling lambat besok pagi, sesuai permintaan dari masyarakat, diberikan uang agar bisa dibangun rumah ini kembali," ucapnya.

Kepala Negara sempat bertanya langsung kepada sejumlah warga yang mengalami kerusakan tempat tinggal saat peninjauan. Dari hasil pengamatan itu, mayoritas warga diketahui membutuhkan bantuan pembangunan rumah kurang lebih Rp50 juta untuk tiap kepala keluarga.

"Tadi saya sudah bertanya kalau bangun lagi habisnya berapa, rata-rata Rp50-an juta. Nanti akan dibantu per rumah kira-kira Rp50-an juta dan akan segera ditindaklanjuti oleh Kepala BNPB, disupervisi oleh Kementerian PU, dan diawasi oleh Pak Gubernur serta Pak Bupati," kata Presiden.

Saat pemulihan bencana berjalan, nantinya warga akan dibantu oleh Kodam setempat, tenaga bantuan dari Mabes TNI, dan akan disupervisi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Saya kira ini kerja sama semua," tuturnya.

Adapun Presiden Jokowi memastikan bahwa penanganan terhadap sejumlah pendaki gunung yang saat gempa terjadi sedang berada dalam pendakian Gunung Rinjani telah dilakukan. Sejumlah tim dari berbagai lembaga pemerintahan telah melakukan evakuasi terhadap para pendaki itu.

"Yang di Rinjani sudah diproses kemarin oleh Basarnas, BNPB, dan TNI semua bekerja sama semoga nanti segera bisa selesai semua," ujarnya.

Selepas melakukan peninjauan penanganan bencana di Desa Madayin, Kepala Negara beranjak ke desa lainnya dan melakukan peninjauan penanganan korban gempa di posko bencana yang berlokasi di halaman SD Negeri 1, Desa Obel-Obel, Kecamatan Sambelia. Menurut informasi yang bersumber dari Kepala Desa Obel-Obel, sebanyak 4 orang meninggal dunia karena gempa yang terjadi di wilayah itu.

Turut mendampingi Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo dalam peninjauan ini, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Kepala BNPB Willem Rampangilei dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi.

Untuk diketahui, pada Minggu, 29 Juli 2018, kemarin, Kepala Negara langsung memimpin rapat terbatas mengenai penanganan dampak bencana gempa begitu mengetahui terjadinya bencana itu. Rapat terbatas digelar di Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharuddin Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Besar.



Surabaya - Unit Reskrim Polsek Tambaksari Surabaya berhasil mengamankan 3 orang tersangka yang kedapatan membawa narkotika golongan 1 bukan tanaman jenis Sabu di Jalan Kalilom pada Jum'at, 27 Juli 2018 sekitar pukul 21.00 Wib. Namun, Salah seorang tersangka diketahui oknum anggota Polri yang masih aktif.

Oknum anggota Polri tersebut berinisial WHP (41 tahun), tinggal di Jalan Kalilom Lor Indah Gang Anggrek No. 52 Surabaya. Sedangkan Dua tersangka lainnya bernama Djunaedi (41 tahun) penjual es batu, Warga Kedinding Lor No. 1 Surabaya dan Moch Zainal Arifin (41 tahun) sopir lyn, Warga Tanah Merah Gang 1 Surabaya.

Menurut pantauan Team Investigasi awak media Gerbangnews.com di lapangan, Ketiga tersangka diamankan polisi usai membeli serbuk haram (Sabu.red) di Jalan Kunti. Kemudian diikuti oleh polisi dan sesampainya di Jalan Kalilom, Polisi menemukan 1 poket Sabu.

Salah seorang saksi mata yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan kepada Team Investigasi, Bahwa para tersangka sudah diikuti oleh polisi yang menyamar mulai dari Jalan Kunti Surabaya (Sarang Narkoba.red) berboncengan 3. Alhasil, Polisi mendapatkan barang bukti Sabu dengan berat 0,28 gram.

" WHP yang membawa 1 poket sabu yang di pegang dengan tangan kirinya. Ketiganya langsung diamankan ke Mapolsek Tambaksari Surabaya, " Ucapnya.

Setelah diperiksa oleh penyidik Polsek Tambaksari, Lanjutnya, Ketiga tersangka langsung di limpahkan ke Mapolrestabes Surabaya guna penyidikan lebih lanjut.

Sementara itu, Kasat Sabhara saat di konfirmasi Team Investigasi, Langsung mengarahkan awak media ke Divisi Propam. " Langsung ke propam aja ya, " Ujarnya.

Namun di sisi lain, Kapolsek Tambaksari Surabaya, Kompol Prayit saat di konfirmasi Team Investigasi melalui WhatsApp selalu menghindar dan seakan-akan tidak mau menemui Jurnalis, Dengan dalih tidak berada di Kantor. ( Team/Red )

Lombok - Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan kejadian gempa dengan kekuatan 6,4 SR pada Minggu (29/7/2018) pagi sekitar pukul 05.47 WIB.

Pusat gempa berada di- 28 km Barat Laut Lombok Timur Nusa Tenggara Barat (NTB). Lebih rinci BMKG menyebutkan pusat gempa juga ada di 32 km Timur Laut Lombok Utara, 57 km Timur Laut Lombok Tengah dan 61 km Timur Laut Mataram NTB, namun Gempa tidak berpotensi tsunami.

Kemungkinan masih berlangsung beberapa gempa susulan dengan intensitas gempa yang lebih kecil.

Melihat kejadian tersebut, Kapolda NTB Irjen Pol Achmat Juri langsung mengintruksikan seluruh jajarannya dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk mendirikan posko dan membentuk tim penanganan Korban Gempa di Lombok Timur.

Dikatakan Kapolda NTB Irjen Pol Achmat Juri, saat ini jajaran Polda sudah bergerak membantu mengevakuasi korban dan mengirim ambulane, mengirim tangki-tangki air bersih, mengirim tim medis, mengirim kendaraan-kendaraan evakuasi, mengirim tenda-tenda kompi, mengirim bantuan sembako dll.

Bahkan Warga dipersilahkan mamanfaatkan posko Bencana Alam Polda NTB dan fasilitas yang sudah disediakan, ujar Kapolda kepada wartawan melalui pesan WA, Minggu pagi (28/7).

"Penanganan ini terus di lakukan sampai kondisi di nyatakan aman dan para warga bisa kembali ke rumah masing-masing, namun warga juga di persilahkan menempati Posko-posko yang telah disediakan sampai betul-betul di nyatakan aman," pungkas Kapolda (28/7).

Sementara sumber Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, Posko telah berkoordinasi dengan BPBD dan instansi lain untuk mengetahui dampak gempa dan penanganannya.
Hasil sementara yang dilaporkan dari Posko korban jiwa masih dalam pendataan.
Kerugian Materil yang tercatat adalah
• Kab. Lombok Timur; Ada laporan kerusakan di Kec. Sambelia dan Kec. Sembalun (masih dalam assessment).
• Kab. Lombok Utara; ada laporan kerusakan di Kec. Bayan (assessment).
• Kab. Sumbawa barat; 1 unit rumah roboh (RB) di Desa Tepas Sepakat Kec. Brang Rea.

Digambarkan kondisi warga setempat saat gempa terjadi, di Lombok Timur : Gempa dirasakan kuat sekali selama -+ 10 Detik. Warga sempat panik keluar rumah, BPPD Lombok Timur masih melakukan monitoring di sekitar wilayah terkait gempa tersebut.

Sementara di Kabupaten Lombok Utara: Gempa dirasakan cukup kuat, menimbulkan kepanikan. Saat ini TRC sedang meninjau lokasi
Di Kota Mataram: Gempa dirasakan sangat kuat selama 10 detik, warga sempat panic keluar rumah.

Saat ini sedang dilakukan Patroli oleh TRC intuk sementara pendakian gunung Rinjani ditutup, karena ada indikasi longsor berupa debu disekitar gunung. (Red)

Dewan Pers dalam layangan surat resmi nya bernomor 371/DP/K/VII 2018 menjelaskan tidak mengakui 9 organisasi pers yang selama ini hadir di Indonesia.

Surat tersebut perihal reaksi dari protes sejumlah orang yang mengatasnamakan wartawan, organisasi wartawan maupun organisasi pers kepada sejumalah lembaga negara di Indonesia.

Organisasi wartawan yang menjadi konstituen Dewan Pers adalah Serikat Perusahan Pers (SPS) Perusahan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI),Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aliasi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Ke 9 organisasi pers yang tertuang dalam surat Dewan Pers yang di tanda tangani Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo adalah Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis Jurnalis Infonesia(IPJI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), Ikatan Media Online(IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOI) Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK) dan lain-lain.

Hingga kini wartawan yang telah lulus mengikuti ujian kopetensi kewartawanan tercatat Dewan Pers berjumlah lebih dari 12.000 wartawan. Ujian dilakukan oleh 27 lembaga penguji yang terdiri dari perguruan tinggi, lembaga pendidikan, organisasi pers PWI, AJI dan IJTI.

Dewan Pers berharap, program uji kopetensi akan menihilkan praktik abal-abal oknum wartawan yang selama ini berada di Indonesia.

ULU GADUT - Pagi ini pukul 08.00 Wib diterima kabar duka dari Group WA yang mengabarkan mantan Gubernur Sumbar, Prof. Marlis Rahman meninggal dunia. Lewat media sosial bertebaran ucapan duka cita pada mantan Rektor Universitas Andalas tersebut.

Sosok kelahiran Bukik Cangang, Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, 76 tahun lalu itu, mengaku tak terbersit sedikit pun dalam pikirannya bercita-cita menjadi pejabat dan orang penting di negeri ini. Galibnya seorang anak remaja, kehidupannya diwarnai kenakalan dan keusilan. Marlis, seperti ditutur malam itu, sangat menyenangi olahraga angkat besi, sepakbola, dan olahraga yang "keras-keras" lainnya.

Selain itu, sebagai anak tukang padati (alat angkut di masa lalu yang menggunakan kerbau), masa kecilnya penuh dengan keprihatinan ekonomi dan karena pendudukan Jepang yang keras. Bapaknya tulang punggung keluarga bernama Rahman Sutan Batuah, bersama istrinya, Lian, pasangan ini dikarunia lima orang putra-putri. Marlis sendiri anak bungsu.

"Bapak saya sosok yang tangguh dan pekerja keras. Bapak bekerja sebagai tukang padati yang mengangkut beragam hasil bumi antarnagari di Minangkabau. Sementara Amak saya, yang akrab disapa Mak Andah, sosok ibu perempuan yang sederhana kendati tak bersekolah, namun punya perhatian serius dengan pendidikan anaknya," kata Maslis Rahman pada saat menceritakan sepenggal kisahnya yang ditulis dalam buku itu.

Saat peluncuran buku "Prof Dr Marlis Rahman, M.Sc: Gubernur Cendekiawan" karya Eko Yanche Edrie dan Nita Indrawati Arifin pada tahun lalu, Marlis mengisahkan cuplikan sejarah hidup keluarganya di depan ratusan pasang mata yang menyaksikan, suara Marlis terasa terbata-bata dan dan penuh haru tapi wajahnya berseri-seri. Tak dinyana, belum tuntas dia berkisah, masih berasa di atas pentas, istrinya, Mairawita Marlis (Wiwik), bersama Salsa Fauzania (anaknya), berduet menyanyikan lagu "Kisah Cinta untuk Starla" yang menyentuh dengan suara serak-serak basah. Suasana malam itu kian mengharukan. Ada butiran bening di mata mereka.

Marlis Rahman kelahiran 9 Juni 1942 ini menyelesaikan pendidikan SD No 2 Bukitinggi dan SMA 1 Bukittinggi, dan melanjutkan ke FMIPA di Universitas Andalas, selanjutnya Marlis Rahman ke University of Ohio Amerika Serikat, Master of Science (M.Sc), serta University of Ohio Amerika Serikat, Doctor of Phylosophy (Ph.D).

Selain akademisi, Marlis Rahman juga seorang politisi. Ia pernah pernah menjabat sebagai Gubernur Sumbar yang dilantik pada Senin 7 Desember 2009. Pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman merupakan gubernur pertama yang dipilih secara langsung oleh masyarakat Sumban, dan keduanya dilantik pada 15 Agustus 2005.

Pasca diangkatnya Gamawan Fauzi menjadi Menteri Dalam Negeri, Marlis Rahmah dipercaya sebagai Gubernur Sumbar sejaka 2009-2010. Sebelum masuk ke lingkungan pemerintahan, Marlis Rahman menjabat sebagai Rektor Universitas Andalas.

Selamat jalan salah satu putra terbaik Sumbar, segala eksistensimu akan dikenang dan menjadi amal ibadah bagimu.

PADANG - DPRD Kota Padang kedatangan tamu dari DPRD Kota Bandar Lampung tentang Ranperda Pelestarian Adat Istiadat dan Seni Budaya Lampung yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kota Bandar Lampung, Jauhary.

Rombongan diterima oleh Kabag Risalah dan Persidangan, Desmon Danus. Dijelaskannya Kota Padang belum memiliki Ranperda tentang Pemberdayaan Pelestarian Pengembangan Adat Istiadat Dalam Hidup Bernagari di Kota Padang. Direncanakan bulan Agustus depan diajukan raperda dimaksud dan diharapkan nantinya pelestarian adat di daerah ini dapat lebih terjaga untuk generasi berikutnya.

"Perda tentang pelestarian adat istiadat ini sesuai dengan undang-undang yang mengakui semua adat istiadat yang masih hidup, dan mendorong pemerintah daerah untuk membentuk peraturan daerahnya, terkait pelestarian adat tersebut," kata Desmon.

Ia mengatakan adat istiadat di setiap daerah merupakan akar dari kebudayaan di Indonesia, sehingga kelestariannya harus terjaga.

Adanya perda tentang pelestarian adat istiadat tersebut, merupakan bagian penting untuk mempertahankan kebudayaan didaerah tersebut, apalagi menurut Koordinator Sekretariat Bapemperda Kota Padang juga tidak memiliki peraturan daerah terkait pemerintahan nagari, sehingga harus ada satu perda yang dapat menjaga kelestarian adat.

Dengan adanya perda tersebut maka nantinya setiap lembaga adat, pemuka adat, dan sebagainya, akan lebih berperan dalam pembangunan daerah itu, sebab setiap kebijakan pemerintah daerah juga akan melibatkan pihak-pihak ada terkait.

Sebagaimana diketahui daerah ini memiliki Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Kerapatan Adat Nagari (KAN), dan sebagainya. Dengan disahkannya perda tersebut nanti, Kota Padang akan memiliki payung hukum untuk terlibat dalam pembangunan daerah.

Sehubungan dengan itu, meski perda tersebut bertujuan untuk menjaga adat istiadat, namun Desmon menjelaskan bahwa perda itu bukan dalam bentuk mengembalikan sistem pemerintahan kepada sistem nagari yang ada di Minangkabau, namun hanya sebatas untuk pelestarian keberdaan kebudayaan.

"Perda ini hanya untuk memberdayakan hidup bernagari didalam pemerintahan Kota Padang.

Adat dalam nagari adalah suatu sistem. Antara adat dan nagari terdapat hubungan yang saling mengikat satu sama lain. Aplikasi adat dalam nagari merupakan ajang aktualisasi diri bagi masyarakat dalam nagari itu sendiri.

Karena itu pelestarian adat istiadat dan budaya dalam nagari merupakan tanggung jawab bersama. Hal itu disampaikan Pelestarian Adat Istiadat dan Budaya dalam Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat dalam Tata Kelola Desa Berbasis Adat dan Budaya.

Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada ribuan pamong praja muda IPDN yang hari ini dilantik olehnya untuk menjaga integritas. Terlebih lagi para pamong praja muda itu nantinya akan mengabdikan diri di tempat-tempat yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat.

"Yang namanya integritas itu nomor satu dan itu harus terus diingatkan. Saya selalu mengingatkan masalah itu," ujarnya di Graha Wiyata Praja, Kampus IPDN, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, pada Jumat pagi, 27 Juli 2018.

Dalam kesempatan itu, Kepala Negara sempat dimintai tanggapannya soal Bupati Lampung Selatan yang terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia sekaligus mengingatkan kepada para aparatur negara agar tidak bermain-main dengan anggaran.

"Saya titip kepada seluruh bupati, wali kota, gubernur, dan seluruh ASN kita jangan ada yang bermain-main dengan yang namanya anggaran," ucapnya.

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga percaya bahwa KPK akan bertindak profesional dalam menangani setiap kasus.

"Kita tahu KPK selalu bertindak profesional sesuai dengan kewenangannya. Itu harus kita hargai," ujar Kepala Negara.



SUMEDANG - Tangan kalian-lah yang akan menjalankan adaptasi dan reformasi itu, hati kalian-lah yang akan merawat kedekatan dengan rakyat dan yang melayani rakyat, tekad kalian-lah yang akan memperkokoh Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Hari ini adalah sebuah permulaan bagi perjalanan dharma baktimu untuk negeri ini, pengabdianmu untuk ibu pertiwi, dan perjuanganmu untuk kemajuan Indonesia."_

Amanat tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo saat melantik para pamong praja muda lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) angkatan XXV tahun 2018 di Graha Wiyata Praja, Kampus IPDN, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, pada Jumat pagi, 27 Juli 2018. Pada kesempatan ini Presiden melantik 1.456 pamong praja muda yang terdiri atas 992 laki-laki dan 464 perempuan.

Di awal amanatnya, Presiden yang bertindak sebagai inspektur upacara memberikan ucapan selamat kepada seluruh pamong praja muda yang baru saja ia lantik. Dirinya memahami bahwa perjuangan para pamong praja mulai dari saringan di daerah, gemblengan di kampus, hingga dapat dilantik hari ini tidaklah mudah.

"Pada kesempatan yang berbahagia ini atas nama pribadi, atas nama masyarakat, atas nama bangsa dan negara, saya menyampaikan selamat atas pelantikan saudara-saudara sebagai pamong praja muda. Selamat menyandang status yang baru dengan segala hak dan kewajiban yang melekat padanya," kata Presiden.

Kepala Negara mengatakan, pelantikan para pamong praja muda ini janganlah dipandang sebagai kenaikan status semata. Pelantikan ini, ia melanjutkan, adalah juga peneguhan kewajiban dan tanggung jawab para pamong praja.

"Saudara-saudara harus menjadi pamong praja yang mengabdi pada bangsa dan negara, Saudara harus menjadi pamong praja yang menjaga Pancasila, yang meningkatkan dan mendorong kesejahteraan seluruh rakyat, yang mengantarkan kemajuan dan kejayaan Indonesia," lanjutnya.

Di penghujung amanat, Presiden mengingatkan kepada para pamong praja muda untuk selalu bersyukur atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan, atas pengorbanan orang tua, dan atas dedikasi yang diberikan oleh para dosen pelatih dan pengasuh selama masa pendidikan.

"Selamat bertugas para pamong praja muda Indonesia. Teruslah belajar mengikuti perkembangan zaman, jaga integritasmu sebagai pelayan masyarakat, jaga kehormatan dirimu sebagai abdi negara. Buatlah orang tuamu bangga. Buatlah Indonesia maju dan berjaya. Indonesia menunggu dharma baktimu," ucap Kepala Negara.

Pada pelantikan ini Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo didampingi oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Rektor IPDN Ermaya Suradinata, dan Pj. Gubernur Jawa Barat M. Iriawan.


Jalan Diponegoro di Jakarta Pusat masih sepi ketika sekitar pukul 06.00 WIB hari Sabtu, 27 Juli 1996, ratusan orang turun dari truk yang berhenti di dekat kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Mereka berkaus oblong merah, bergegas turun dan mendekati pagar markas PDI.

Awalnya para satgas pendukung Megawati yang menginap di kantor tersebut menyangka rombongan itu adalah kawan seperjuangan, karena begitu turun dari truk mereka meneriakkan yel-yel, “PDI … PDI… Mega … Mega …!” Yel-yel itu dibalas massa di dalam gedung, “Hidup Megawati!”.

Ternyata rombongan yang datang berkaos merah dengan ikat kepala bertuliskan “Pendukung Kongres IV Medan” itu ingin merebut secara paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro. Para satgas di dalam gedung langsung siaga. Suasana menjadi tegang.

Terjadi pelemparan batu dari luar. Batu sekepalan tangan dan patahan paving block beterbangan. Dari batu-batu yang dilempar itu, satgas pendukung Megawati membalas, meskipun lemparan batu dari luar sangat deras seperti hujan. Orang-orang yang melempar tampaknya begitu terlatih sampai-sampai tembok yang terkena lemparan hancur. Mobil jeep merah yang ada di pekarangan gedung ikut hancur terkena batu.  Bukan hanya batu, bom-bom molotov  juga dilempar sehingga tenda, spanduk-spanduk, dan bahkan sepeda motor  terbakar.

Korban yang ada di dalam gedung tak terelakkan. Sejumlah korban mengalami luka-luka di wajah, kepala, kaki, lengan dan badan.  Jerit tangis dan minta tolong, serta menyebut kebesaran nama Tuhan terdengar. Genangan darah berceceran di dalam kantor terutama di dapur, karena para korban diamankan di dapur oleh rekan-rekannya untuk dirawat agar sadar dan pendarahannya berhenti.

Tak kurang 45 menit aksi lempar itu berlangsung sebelum polisi anti huru-hara turun tangan. Kemudian para penyerbu mundur.

Suasana tegang terus berlangsung. Wakil Ketua DPD PDI Jakarta, Azis Boeang, muncul dan berbicara dengan Kapolres Jakarta Pusat Letkol (Pol) Abubakar Nataprawira. Azis menghendaki agar para satgas pendukung Megawati dibiarkan didalam gedung. Tapi Abubakar menolak dan menghendaki agar kantor itu dikosongkan.

Kali ini Azis yang menolak. “Pengosongan kantor adalah kewenangan Ibu Mega.”  Azis juga mengingatkan, kalau orang-orang itu nekat menyerbu, ia tidak bertanggungjawab atas apa yang terjadi.

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 11 Nopember 1996, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menuturkan, tanggal 27 Juli 1996 sekitar 07.00 WIB, ia mendapat telepon bahwa kantornya diserbu. Di telepon terdengar suara hiruk pikuk pertanda ada kerusuhan. Mendengar itu Megawati bermaksud ke kantor, namun si penelepon mencegahnya. Setelah itu sambungan telepon terputus.

Tak lama kemudian Kapolres Jakarta Pusat Letkol (Pol) Abubakar Nataprawira menelepon Megawati dan menginginkan agar kantor DPP PDI dinyatakan status quo alias dikosongkan. Belum sempat dijawab, telepon terputus. Megawati mengaku ingin menjawab, “Status quo yang saya inginkan adalah orang di luar tidak boleh masuk dan orang di dalam tetap di dalam untuk mempertahankan kantor DPP sampai ada pembicaraan.”

Di lokasi kejadian, perundingan macet. Para petugas anti huru-hara bersenjata tameng membuat pagar betis. Panser-panser diparkir di sekitar lokasi. Para pendukung Megawati tetap berada di dalam pagar. Selain Kapolres, tampak pula Pangdam Jaya Mayjend TNI Soetiyoso dan Dandim Jakarta Pusat.

Massa yang berada di area kantor menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Seusai menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, sekitar pukul 08.40 WIB, tiba-tiba aparat membuka pagar betisnya dan memberi jalan bagi para penyerang berkaos merah.  Pintu ditutup massa yang berada di area kantor. Tapi petugas anti huru-hara dengan beringas mendobrak pintu utama dengan lima kali hitungan. Setelah aparat bisa masuk, para penyerbu berkaos merah mengikuti. Massa pendukung Megawati berlarian masuk sampai ke ruang makan.

“Semua tiarap! Jangan bergerak! Diam! Jangan coba melawan!,” teriak petugas.

Tiba-tiba massa yang berada dalam lingkar pagar betis petugas dikejutkan teriakan seorang penyerbu yang muncul dengan sebilah parang. “Bunuh PKI-PKI yang ada di dapur!,” teriaknya sembari menebas parangnya ke meja dan kaca-kaca. Prang! Prang!, semua hancur.

Para pendukung Megawati yang bertahan di dalam gedung dianiaya, dipukuli, bahkan ada yang terkena sabetan parang penyerbu. Komandan Jaga Satgas pendukung Megawati, Muslimin, dirantai dan diseret ke kendaraan. Sejak dari ruang makan hingga keluar gedung ia dihujani pukulan oleh para penyerbu berkaos merah.

Selain menganiaya, merusak dan membongkar panggung yang ada di halaman kantor, para penyerbu juga menyiram bensin kemudian menyulutnya. Akibatnya, spanduk dan berbagai atribut terbakar.

Sekitar 120-an orang pendukung Megawati digelandang ke dalam truk dan diangkut ke Markas Polda Metro Jaya. Sesuai hasil negosiasi, semuanya dibawa ke kantor Polda dengan alasan untuk diamankan. Ternyata mereka dimasukkan ke sel tahanan. Mereka diinterogasi tanpa didampingi pengacara.

Setelah penyerbuan, Sekjen PDI “Pro Kongres Medan” Buttu R. Hutapea muncul. Di depan kantor ia dielu-elukan para penyerbu. Kemudian Buttu menyerahkan pengawasan kantor itu kepada polisi melalui Letkol  (Pol) Abubakar Nataprawira.

Reaksi  Masyarakat

Setelah mendengar kabar kantor DPP PDI diserang, tanpa dikomando ribuan orang berkumpul memenuhi Jalan Diponegoro dan sekitarnya. Sejumlah aktivis LSM dan mahasiswa menggelar aksi mimbar bebas di bawah jembatan layang kereta api dekat Stasiun Cikini. Mimbar bebas ini kemudian beralih ke Jalan Diponegoro.

Aksi mimbar bebas kemudian dengan cepat berubah menjadi bentrokan terbuka antara massa dengan aparat keamanan. Bentrokan antara massa dan aparat semakin meningkat, sehingga aparat terpaksa menambah kekuatannya. Massa terdesak mundur ke arah RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) dan Jalan Salemba.

Massa marah. Beberapa diantaranya boleh jadi ada yang memprovokasi, membakar tiga bus kota dan sejumlah gedung di Jalan Salemba. Jakarta bergejolak. Peluru muntah dari senapan aparat. Sejumlah orang tewas dan terluka. Di dekat Pasar Burung Pramuka seorang lelaki setengah baya tertembak dadanya dan tewas.

Setelah makin lama terdesak oleh tindakan represif aparat keamanan, pada Sabtu malam yang kemudian berlanjut sampai beberapa malam berikutnya, ribuan orang dari berbagai kalangan baik aktivis PDI, mahasiswa, kalangan LSM dan sebagainya memadati kediaman Megawati di Jl. Kebagusan, Jakarta-Selatan. Suasana haru dan emosional tampak menyelimuti rumah Ketua Umum DPP PDI ini. Masing-masing orang saling menceritakan pengalamannya seputar peristiwa berdarah tersebut. Hari Minggu siang, Megawati sempat menemui para pendukungnya di halaman rumahnya untuk mengkonfirmasikan bahwa ia tidak ditangkap, karena sebelumnya sempat beredar kabar angin bahwa ia ditahan aparat keamanan.

Akibat Peristiwa Berdarah 27 Juli 1996 itu, banyak korban berjatuhan. Menurut temuan Komnas HAM yang diumumkan 12 Oktober 1996, 23 orang hilang, 5 orang tewas, dan 149 orang luka-luka. Kerugian materi ditaksir mencapai 100 milyar rupiah.

Dalam peristiwa tersebut ratusan warga dan simpatisan PDI ditangkap dan 124 orang diantaranya kemudian diadili. PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang dipimpin Budiman Soedjatmiko dituding sebagai dalang peristiwa itu, walau akhirnya tuduhan itu tidak pernah terbukti.  Ironisnya, para penyerbu maupun “otaknya” justru tidak ada yang ditangkap dan diseret ke pengadilan.

Dibalik Penyerbuan

Sepetak kantor di Jalan Diponegoro No. 58 Jakarta Pusat memang sangat bermakna strategis. Sejak persiapan “Kongres Medan”, banyak warga PDI dari berbagai daerah dan berbagai elemen masyarakat datang ke kantor itu untuk menyatakan dukungannya terhadap kepemimpinan Megawati dan menolak kongres rekayasa. Ribuan orang tersebut menyatakan rasa simpatinya dengan menghadiri “Mimbar Demokrasi” yang digelar di halaman kantor.

Peristiwa 27 Juli 1996 menunjukkan kuatnya tuntutan demokratisasi yang semakin sulit dikontrol oleh kekuasaan sentralistik Orde Baru. Penguasa mengambil resiko melakukan pengambilalihan kantor secara paksa karena merasa tidak memiliki pilihan untuk menghentikan akumulasi dukungan yang potensial mengganggu keberlangsungan rezim Orde Baru.

Dalam pledoi TPDI (Tim Pembela Demokrasi Indonesia) di pengadilan kasus 27 Juli 1996 disebutkan, penyerbuan itu melibatkan petugas keamanan bersama banyak warga sipil yang diperalat.

Komandan Jaga Satgas,  Muslimin, memberi kesaksian di pengadilan, ketika kaos merah penyerbu dilepas, dia melihat ada yang menggunakan kaos berlogo sebuah kesatuan di angkatan darat dan ada juga yang berkaos logo satu kesatuan di lingkungan kepolisian. “Saya lihat sendiri kejadian itu dan beberapa teman sempat juga ada yang melihat,” katanya.

Adapun Herman Y. Mamangkey,  salah seorang satgas yang ikut berjaga di kantor tersebut, menyaksikan banyak diantara penyerbu berkaos merah memiliki rambut cepak dan memakai ikat kepala yang diikat terbalik menutupi cepaknya. “Bahkan ada beberapa orang yang memakai wig, karena pada waktu membetulkan ikat kepala, rambutnya ikut bergerak,” katanya.

Menurut temuan TPDI, kerjasama antara penyerbu dan aparat tampak pula pada waktu pagar didobrak aparat. Setelah pagar jebol dan roboh, aparat kemudian diikuti penyerbu masuk ke halaman dan diteruskan ke dalam kantor DPP PDI. Para penyerbu ada yang memakai pentungan, ada juga memakai parang. Seorang yang memakai parang itu ketika kejadian memakai baju merah, dikemudian hari diketahui berada diantara para penyidik yang menginterogasi korban penyerbuan di kantor Polda Metro Jaya.

Belakangan diketahui bahwa orang-orang Yayasan At-Taubah, lembaga yang membina para mantan napi yang ingin kembali bermasyarakat, juga diperalat untuk menyerbu dan mengambil alih kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro. Hal ini terungkap setelah Seno Bella Emyus dan kawan-kawannya dari yayasan tersebut mengadu ke TPDI. Mereka dijanjikan Rp 200 juta apabila penyerbuan dan pengambilalihan telah selesai. Namun ternyata janji itu diingkari.

Dalam gugatannya di pengadilan saat penghujung Orde Baru, Seno menjelaskan, ia mengumpulkan anak buahnya sebanyak 400 orang berkumpul di Cibubur tanggal 26 Juli 1996 sekitar jam 19.00 WIB. Dari sana dibawa ke Polda Metro Jaya, kemudian mereka ke Hotel Kartika Plaza. Dari tempat inilah mereka berangkat menuju Jalan Diponegoro No. 58 melalui Jalan Imam Bonjol.

Seno mengaku pada saat terjadi negosiasi antara pendukung Megawati dan Kapolres Jakarta Pusat, rombongannya melarikan diri sambil membuka kaos merah dan membuangnya ke kali, sehingga pada saat penyerbuan kedua mereka tidak ikut.

Disamping anggota Yayasan At-Taubah, banyak rakyat kecil lain juga diperalat untuk menyerbu dengan iming-iming pekerjaan. Mereka umumnya para pekerja sektor informal, seperti buruh lepas dan keamanan kampung, yang berasal dari Jembatan Dua, Muara Angke, Kapuk dan Cengkareng.

Di pengadilan terungkap dari keterangan beberapa saksi, mereka ditawari pekerjaan oleh seseorang untuk menjaga tanah di daerah Sentul Bogor dengan imbalan sebesar Rp 70.000 per hari. Ternyata mereka dibawa ke Pulo Mas untuk kemudian diangkut ke Gedung Artha Graha, Jalan Jenderal Sudirman.

Pada hari Sabtu dini hari, 27 Juli 1996, mereka disuruh berbaris dan dikawal oleh beberapa petugas yang tak jelas asal kesatuan dan pangkatnya. Mereka kaget ketika disuruh memakai kaos “PDI Pendukung Kongres IV Medan”. Mereka lebih kaget lagi ketika diangkut naik truk dan bus menuju Jalan Diponegoro untuk melakukan penyerbuan. Mereka menghadapi dilema. Ingin lari tapi jalan dibelakangnya dihadang aparat bersenjata lengkap, jika diam bisa terkena lemparan pendukung Megawati yang sedang berjuang mempertahankan diri.

Lain lagi cerita para preman dan buruh bongkar muat di Pasar Induk Kramat Jati. Mereka diiming-imingi menonton dangdut di diskotek. Dengan dikoordinasi seorang tokoh ormas di kawasan itu, sekitar 200 orang menerima uang masing-masing Rp 20.000 plus makan dan rokok. Mereka kemudian diangkut dengan tujuh buah mobil. Ternyata mereka dikumpulkan disebuah gedung di belakang Polda Metro Jaya dan diberi kaos merah. Mereka sadar diperalat dan sebagian berhasil meloloskan diri.

Siapa Dalangnya?

Masih banyak sisi gelap dalam tragedi 27 Juli 1996. Misalnya, siapakah dalang peristiwa berdarah itu?  Lalu, dimanakah para korban yang hilang?

Dalam rangka penyusunan buku “Jejak Langkah 27 Tahun dari PDI ke PDI Perjuangan” terbitan DPP PDI Perjuangan (2000), penulis pernah menemui mantan Ketua TPDI, RO Tambunan, SH, untuk menanyakan kasus tersebut dari aspek hukum.  Ia menjelaskan, dari segi yuridis, hal itu merupakan pelanggaran, karena pengambilalihan suatu kantor, siapa pun yang merasa punya hak atas kantor itu tidak boleh main hakim sendiri.

“Pengambilalihan harus melalui prosedur hukum, melalui pengosongan oleh pengadilan. Pengambilalihan tidak bisa dengan menyerbu, tindakan kekerasan, penganiyaan dan mengakibatkan tewasnya orang lain,” paparnya.

Adapun siapa yang paling bertanggung-jawab terhadap penyerbuan itu, menurut Tambunan, harus dilihat dari siapa yang melakukan penyerbuan. Kalau penyerbuan itu murni dilakukan oleh kelompok Soerjadi, yang bertanggung jawab adalah Soerjadi yang mengaku sebagai Ketua Umum DPP PDI, lalu orang yang memimpin atau menggerakkan penyerbuan itu, dalam hal ini adalah para pengurus kelompok Soerjadi, yakni Buttu R. Hutapea, Alex Widya Siregar dan Romulus Sihombing.

Tapi, lanjut Tambunan, data-data dalam persidangan, baik dalam persidangan korban 27 Juli maupun persidangan perkara perdata Seno Bella, yang menggerakkan adalah ABRI (saat itu TNI dan Polri belum dipisah). “Kita dengar mereka dikumpulkan di Cibubur, Polda dan sebagainya. Pada kenyataannya yang digunakan adalah preman-preman ditambah dengan ABRI,” katanya.

Di era Presiden BJ Habibie, Tambunan bersama TPDI pernah menemui mantan Kassospol ABRI Syarwan Hamid yang sudah menjabat Mendagri. “Saya katakan kepada Syarwan Hamid, Peristiwa 27 Juli 1996 tidak lepas dari tanggung jawab Soeharto, Pangab Feisal Tandjung, Kassospol Syarwan Hamid dan aparat-aparat keamanan. Jadi tanggung jawab yuridis dan politis sepenuhnya berada di tangan Soeharto, sebab penyerbuan itu sendiri atas perintah Soeharto kepada Pangab, terus ke Syarwan dan ke aparat-aparat lainnya,” jelas Tambunan.

TPDI bertemu Syarwan Hamid untuk memintanya mundur dari jabatan sebagai Mendagri. “Saya bilang begini  ‘Anda tahu tentang Peristiwa 27 Juli 1996, Anda terlibat, ABRI terlibat, bukti-bukti semua ada, lalu kenapa Anda katakan dalang Peristiwa 27 Juli 1996 itu Muchtar Pakpahan dan Budiman Soedjatmiko?’ Syarwan tidak membantah dan mengelak. ‘Pada saat itu saya kan bawahan, saya dapat perintah dari atasan’ katanya sambil menunjuk tangannya ke atas,” tambah Tambunan.

Zaman sudah berganti. Tentara juga sudah mereformasi diri menjadi alat negara yang memiliki banyak prestasi membanggakan.

Namun, kasus 27 Juli 1996 tidak pernah tuntas secara hukum. Belum pernah ada keputusan pengadilan yang menyatakan siapa dalang sesungguhnya. Soeharto dan Feisal Tanjung wafat tanpa sempat dimintai keterangannya.

Hingga kini, kawan-kawan yang dihilangkan secara paksa dipenghujung kekuasaan Orde Baru juga tidak diketahui keberadaannya.

Demikian menurut Retor AW Kaligis,  tim penyusun buku “Jejak Langkah 27 Tahun dari PDI ke PDI Perjuangan” terbitan DPP PDI Perjuangan (2000), Doktor Sosiologi Universitas Indonesia.

PADANG - Pada pemilihan anggota legislatif (Pileg) 2019, beberapa anggota DPRD Kota Padang mengambil pilihan pindah partai dan mencalonkan diri di partai baru tersebut. 

Ketua DPRD Kota Padang, Elly Thrisyanti mengaku belum menerima maupun menandatangani surat pengunduran diri anggota dewan yang bersangkutan.

Sesuai dengan peraturan, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dan menyampaikan persyaratan administrasi tersebut melalui partai barunya. Penjelasan tersebut disampaikan oleh Ketua KPU Padang Sawati pada wartawan melalui seluler.

Dijelaskannya  sisa waktu perbaikan berkas bakal calon anggota dewan berakhir pada 31 Juli mendatang. Menurut aturan setiap anggota dewan yang ingin kembali mencaleg dari partai lain untuk pileg 2019 mendatang, salah satu persyaratan yang harus dilengkapi adalah mengajukan surat pengunduran diri.

Menurut mekanisme yang berlaku, setelah persyaratan administrasi lengkap maka partai yang bersangkutan mendaftarkan para calegnya ke KPU sambil membawa dan menyerahkan berkas paling lambat tanggal 31 Juli.

" Karena belum ada yang mengajukan surat pengunduran diri maka DPRD Kota Padang belum bisa menindaklanjutinya melalui rapat pimpinan untuk dikeluarkan rekomendasi", jelas Ketua DPRD Kota Padang.

Anggota DPRD Kota Padang yang pindah partai diantaranya Zaharman dari Hanura pindah ke PKS, Osman Ayub dari Hanura pindah ke Partai NasDem, dan Nila Kartika dari PPP pindah ke Partai Demokrat. Ada juga Yendril dari Hanura mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat melalui PKB.

Menurut Ketua Partai Hanura Kota Padang, Elvi Amri telah mendengar perihal pindah partai ketiga anggotanya tersebut. Dia juga mendengar kabar bahwa ketiganya sudah mengajukan surat pengunduran diri ke Pimpinan DPRD Kota Padang. Namun hingga saat ini partai dan fraksi belum menerima tembusan surat pengunduran diri yang bersangkutan.

Mengenai status Ketua Fraksi PPP DPRD Kota Padang, Nila Kartika, anggota Fraksi PPP DPRD Kota Padang Maidestal Hari Mahesa menegaskan akan segera mengusulkan penggantinya. 

"Dia kan udah nyaleg di Partai Demokrat, jadi secara otomatis dia bukan lagi kader PPP dan harus segera kita usulkan penggantinya," ujar pria yang akrab disapa Esa ini. 

Ketua DPC PPP Kota Padang ini mengatakan, pengganti Nila Kartika yang diusulkan adalah Zubardi Koto. Proses ke arah itu sudah dilakukan. 

Esa juga menegaskan, anggota DPRD Kota Padang yang pindah caleg ke partai lain, secara otomatis dia harus mengundurkan diri sebagai anggota dewan. Etikanya yang bersangkutan harus mengundurkan diri.

"Kalau dia masih mengikuti kegiatan kedewanan, maka uang yang dia terima itu haram dan bisa menjadi temuan BPK RI nantinya," pungkasnya. 


*GUNUNGSITOLI -* Dua orang oknum anggota polisi dari Polsek Lahewa, Polres Nias dengan inisial BP dan AZ, baru-baru ini dilaporkan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumatera Utara.

Bukan tanpa sebab, kedua oknum anggota polisi tersebut dinilai kurang profesional dalam menangani dugaan perkara penganiayaan yang diduga dilakukan oleh sejumlah orang terhadap Martinus Zega alias Ama Puspa.

Laporan ke Propam Polda Sumatera Utara, dilayangkan oleh Faozatulo Zega alias Ama Gamawa selaku orang tua kandung Martinus Zega (korban) penganiayaan yang diduga dilakukan oleh sejumlah orang.

BP dan AZ adalah oknum anggota polisi yang bertugas di Polsek Lahewa, Polres Nias, Sumatera Utara dilaporkan ke Propam Polda Sumatera Utara, terkait penanganan kasus penganiayaan yang menimpa Martinus Zega alias Ama Puspa (anak kandung pelapor) yang terkesan lambat dan seolah tidak diacuhkan, serta terjadi pembiaran oleh oknum penyidik di Polsek Lahewa.

"Kami hanya meminta keadilan dan kepastian hukum. Jangan lagi proses laporan polisi nomor : LP/278/IX/2017/NS di Polsek Lahewa tertanggal 04 September 2017 yang dilaporkan oleh anak kandung saya berlangsung lambat," ujarnya.

Lebih rinci, Faozatulo Zega menyebutkan bahwa dasar pengaduan yang telah dilaporkan ke Propam Polda Sumatera Utara, dikarenakan perjalanan proses penyelidikan laporan anaknya tersebut telah bergulir kurang lebih sepuluh bulan dengan perkembangan penyelidikan berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) yang diterima hanya sebanyak dua kali.

"SP2HP baru dua kali diterima, yaitu SP2HP tertanggal 20 Februari 2018 dan SP2HP pada tanggal 01 Juni 2018," kata Faozatulo Zega kepada wartawan, Rabu (25/7/2018) di Gunung Sitoli.

Menurutnya, SP2HD tersebut dinilai sebagai sebuah pelanggaran berat, dikarenakan semestinya SP2HP diberikan kepada pelapor minimal sekali dalam sebulan. "Namun, kebutuhan pemberian SP2HP tersebut sesuai aturan satu kali dalam sebulan tidak terpenuhi, diduga kuat penyidik belum bekerja maksimal," tutur Faozatulo.

Lebih jauh orang tua kandung dari pelapor di Polsek Lahewa ini mengatakan, dalam isi SP2HP yang diterima terakhir pada tanggal 04 Juni 2018 pada Poin ke-3 bagian B dinyatakan bahwa saksi telah mencabut dan membatalkan keterangan sebelumnya dan menerangkan bahwa saksi tidak mengetahui terjadinya pemukulan terhadap Martinus Zega alias ama Puspa. Sedangkan, pada SP2HP sebelumnya tertanggal 20 Februari 2018 pada Poin 3 bagian B dijelaskan saksi telah menyatakan bahwa telah terjadi pemukulan terhadap Martinus Zega.

"Ini kan aneh, dan yang menjadi pertanyaan adalah dapatkah saksi memberikan lalu mencabut sesuka hati pernyataannya, apakah polisi membiarkan pencabutan pernyataan sebelumnya oleh saksi- saksi tersebut ataukah ada intervensi sehingga saksi ketakutan dan mencabut kesaksiannya...?" jelas Faozatulo dengan nada tanya.

Ia juga menegaskan, jika saksi- saksi tersebut masih bertahan mencabut kesaksian sebelumnya tanpa alasan yang jelas, maka dirinya juga akan melaporkan saksi-saksi dalam waktu dekat ini, dikarenakan saksi  tersebut telah memberikan kesaksian palsu.

"Pantaskah laporan kasus penganiyaan yang menimpa anak saya tersebut, penanganan memakan waktu begitu lama? Jangan-jangan ini hanya dalih dari oknum penyidik untuk memperlambat dan terkesan adalah sebuah pemborosan waktu," duganya.

Sebagai orang tua kandung, ia juga mengharapkan kepada Kapolres Nias untuk dapat turun tangan guna meninjau kembali terhadap penanganan kasus yang pernah dilaporkan oleh anaknya di Polsek Lahewa.

"Tujuannya, supaya permasalahan yang menimpa anak kandung saya dapat terang-benderang, berikanlah kami kesempatan ulang untuk menghadirkan saksi-saksi dan dimintai keterangan ulang secara terbuka di hadapan kuasa hukum korban/pelapor dan di hadapan Bapak Kapolres Nias, dan jika sudah ditindak-lanjuti namun tidak cukup unsur, agar kasus ini segera di-SP3-kan," harap Faozatulo.

Sementara itu, penyidik Propam Polda Sumut, Nelson Romeo, di bawah Pimpinan Kombes Ady Santri yang dijumpai langsung oleh wartawan di ruang kerjanya membenarkan tentang adanya pengaduan yang disampaikan oleh Faozatulo Zega, A.Ma.Pd di Propam Polda Sumut dan dalam waktu yang tidak terlalu lama oknum Penyidik Polsek Lahewa tersebut bersama Kapolseknya juga akan dipanggil untuk diperiksa di Propam Polda Sumatera Utara.

Terpisah, Ketua Umum Dewan Pengurus Nasioanal Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN-PPWI), Wilson Lalengke, SPd, M.Sc, MA, yang juga telah dikabari oleh orang tua kandung pelapor/korban atas penanganan kasus ini menyampaikan terimakasih atas respon positif dari Bidang Propam Polda Sumatera yang telah merespon laporan masyarakat dengan cepat dan berharap kinerja yang baik itu selalu menjadi bagian dari pelaksanaan tugas di Polda Sumatera Utara.

"Kinerja Polri, khususnya di wilayah Nias, kiranya lebih baik di masa depan, berdasarkan pengalaman dari kasus lalainya Kapolsek Lahewa dalam menangani persoalan sehingga dia dilaporkan ke bidang Propam Polda Sumatera Utara," sebut Wilson.

Masih Ketum PPWI Nasional, yang juga Alumni Lemhannas Tahun 2012, yang telah melatih ribuan anggota TNI-Polri di bidang jurnalistik itu, menghimbau agar seluruh warga masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya dari anggota Polri supaya jangan ragu-ragu menempuh jalur yang sudah disediakan di institusi Kepolisian Republik Indonesia dalam rangka memperbaiki kinerja Polri di seluruh wilayah Sumatera Utara khususnya di Nias. (AZB/RED)

PADANG - Rombongan DPRD Kabupaten Inderagiri Hilir dipimpin oleh Wakil Ketuanya, Ferryandi dan diterima oleh Kabag Risalah dan Persidangan Sekretariat DPRD Kota Padang, Desmon Danus.

Dijelaskan Desmon Danus tentang pembahasan raperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kota Padang Tahun 2017,  telah memenuhi aspek kepatutan dan kewajaran.

“Bahkan telah memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Barat,” jelasnya dihadapan tamu dari Inderagiri Hilir di ruang kerja Ketua DPRD Kota Padang, Kamis (26/7).

Laporan pembahasan raperda tersebut juga telah melalui pembahasan dengan pemerintah daerah melalui OPD-OPD terkait.

Selain itu juga telah dilakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan RI, telah dilakukan studi banding dengan daerah di provinsi lain dan terakhir akan dilakukan finalisasi melalui rapat pleno namun belum tuntas hingga kini.

Belakangan para wakil rakyat sibuk dengan agenda  caleg yang sedang berproses di KPU Kota Padang. Diharapkan dalam waktu dekat pembahasan tersebut bisa dituntaskan dan kegiatan Pemko Padang berjalan sebagaimana mestinya, jelas Desmon.

PADANG - Mengatasi persoalan sampah khususnya sampah plastik, Pemerintah Kota Padang telah menunjukkan upaya dengan mensosialisasikan Peraturan Walikota (Perwako) No.36 Tahun 2018 tentang Pengendalian Penggunaan Kantong Belanja Plastik.

"Di Kota Padang tiap hari sekitar 400 sampai 600 ton sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sekitar 15 persennya merupakan sampah plastik," ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang, Al Amin kepada wartawan di Media Center Balaikota Padang, Rabu (25/7).

Dikatakannya, terkait meminimalisir volume sampah plastik, pihaknya secara intens terus mensosialisasikan dan mengajak masyarakat agar mengurangi penggunaan kantong plastik dengan mengalihkan penggunaan keranjang belanja yang bisa dipakai berulang.

"Kita harapkan sesuai Perwako ini secara berkala warga tidak lagi menggunakan kantong plastik saat berbelanja di pasar atau tempat perbelanjaan," imbuhnya.

Diinformasikan, terkait upaya yang dilakukan tersebut DLH Padang baru-baru ini ternyata diapresiasi Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Alhamdulillah, Kota Padang termasuk empat dari kota se-Indonesia yang memiliki regulasi terkait pembatasan penggunaan sampah plastik bersama Denpasar, Balikpapan dan Banjarmasin," paparnya.

"Selain itu, Menteri Keuangan juga menginformasikan bahwa bagi kota atau kabupaten di Indonesia yang memiliki regulasi tentang pembatasan sampah plastik ini bantuan Dana Insentif Daerah (DID)-nya nanti akan ditambah. Untuk itu mari kita dukung bersama upaya ini demi kemajuan pembangunan Kota Padang ke depan," harap Al Amin optimis. (David/*)

TARAKAN  -  Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XIII, Asosiasi Pemerintah   Kota  Seluruh Indonesia (Apeksi) Tahun 2028 di buka dengan resmi oleh Drektur Jendral Otonomi Daerah DR. Sumarsono di Hotel Plaza Tarakan Provinsi Kalimatan  Utara   Rabu (25/7). di Tarakan Plaza.

Sumarsono dalam kata sambutannya mengatakan hendaknya Rakernas ke XIII  Apeksi  2018 di Tarakan dapat sebagai alat penyatu Walikota Se- Indonesia untuk saling memajukan sebuah kota dengan kota lainnya yang  ada di Nusantara.

"Rakernas Apeksi yaitu pertemuan seluruh Walikota atau sebuah Forum  Walikota di Nusantara ini, tentu hendaknya dapat membawa sebuah perubahan  kebaikan  untuk masyarakat di negeri tercinta ini kedepannya" sebut Sumarsono.

lebih jauh Sumarsono menekankan kerja sama daerah dalam mensejahterakan rakyat, ini merupakan sebuah mekanisme pemerintah daerah dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, Sebutnya.

Sebagaimana di atur Undang-Undang no. 32 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah dalam pasal 363 sampai 369, UU No. 23/2014 mengatur tentang kerja sama Daerah, ujar Sumarsono.

Selanjut sambutan Ketua Dewan pengurus Apeksi Hj. Airin Rachmi  Diany, SH. MH  Walikota Tangerang Selatan  menyampaikan Rakernas Apeksi merupakan forum  satu tahunan  untuk menganalisa dan mengevaluasi kegiatan Apeksi. dari Forum ini diharapkan tersusun arahan program yang sesuai dengan kebutuhan anggota dan permasalahan yang sedang berkembang.

Airin katakan pada dasarnya  setiap daerah memiliki potensi sekaligus keterbatasan masing-masing, keterbatasan pemerintah daerah di masing-masing wilayah dalam laksanakan pembangunan untuk memenuhi pelayanan publik yang menjangkau ke seluruh masyarakat berpotensi menyebabkan ketimpangan hasil pembangunan. sebutnya.

Dalam praktek seringkali terjadi masyarakat suatu wilayah lebih dekat dan lebih mudah mengakses daerah lain dalam memenuhi kebutuhan dasarnya daripada kewilayahnya  sendiri.

Dalam realitas, masyarakat lebih memilih ke tempat-tempat yang tidak ada memiliki kesulitan terhadap akses transportasi dan perekonomian secara umum. kawasan perkotaan yang relatif telah memiliki sarana dan prasarana infrastruktur yang lebih bagus menghadapi persoalan urbanisasi perkotaan, ujar Airin.

Berangkat dari berbagai permasalahan Apeksi sebagai program strategis menginisiasi Rapat Kerja Nasional ( Rakernas) XIII  Tahun 2018 dengan mengangkat Tema, " PENGUATAN KERJA SAMA ANTAR DAERAH DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI DAERAH".

Airin mari kita Serasikan pembangunan Daerah mensenergikan potensi antar daerah  atau pihak ketiga  serta meningkatkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman stakholder, teknologi, dan kapasitas pembiayaan melalui kerja sama antar daerah dapat mengurangi kesenjangan  daerah dalam penyediaan infrastruktur sosial yang dapat di gunakan secara bersama-sama, selamat ber - Rakernas semoga Allah memberikan bimbingan  dan hidayah-NYA.

Dalam kesempatan itu, Walikota Tarakan  Sofian Raga mengucapkan terimakasih atas kedatangan Walikota Se - Indonesia ke Kota Tarakan dalam rangka Rakernas ke XIII 2018 Apeksi.

Pertama kali kami ucapkan terima kasih tak terhingga  atas kepercayaan di berikan sebagai tuan rumah  Rakernas XIII 2018 Oleh Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Hj. Airin Rahmi Diary.

Sofian Raga juga sampai kan terima kasih pada warga Tarakan baik yang terlibat langsung maupun yang tidak, telah ikut berfatisivasi mensukseskan segala rangkaian kegiatan Rakernas Apeksi yang di gelar nantiny dari Tanggal 24- 28 Juli 2018.

Sementara itu, Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah memberikan dukungan penuh dan mengapresiasi  di gelarnya Rakernas XIII 2018  Apeksi di Kota Tarakan.

Semoga kedepannya Kota Tarakan lebih maju lagi di segala bidang, rakyatnya hidup sejahtera dan aman serta damai, Tentu kita harapkan hasil dari Rakernas barpihak pada kepentingan publik, terdapat berbagai inovasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang di Pimpin Walikota, sebut Mahyeldi. (tf/fs)

PADANG - Memasuki tahun kelima periode pembangunan (2014-2019), perangkat daerah Kota Padang diminta bergerak lebih cepat Tidak kecuali para lurah dituntut lebih responsif dan proaktif menggali potensi yang ada di lingkungannya.

Hal itu ditegaskan Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah di depan 104 lurah usai sebuah kegiatan di Hotel Grand Inna Padang, Selasa (24/7/2018) petang kemarin.

"Sekarang sudah empat tahun (periode 2014-2019) dan memasuki tahun kelima. Seharusnya kita pakai 'gigi empat' atau bahkan 'gigi lima' guna mempercepat realisasi program," kata Mahyeldi.

Walikota didampingi Pj. Sekda Kota Padang Didi Aryadi juga mewanti-wanti para lurah agar tidak serampangan dalam menangani urusan masyarakat terutama dalam hal surat menyurat. Kesalahan kecil dapat berakibat fatal yang berdampak luas dalam masyarakat. Seperti halnya pada kasus tanah Maboet yang berawal dari kesalahan menandatangani salah satu berkas oleh lurah.

"Lurah agar berhati-hati dalam menangani urusan masyakat. Jangan sampai menyelesaikan masalah malah menimbulkan masalah yang lebih luas, seperti kasus tanah Maboed," sebut Mahyeldi.

Selain memberikan arahan, Walikota Mahyeldi juga menyampaikan apresiasi terhadap para lurah yang berprestasi dan lurah yang dinilai sudah melaksanakan tugas dengan baik.

"Saya mengapresiasi lurah yang berprestasi dan masuk nominasi penilaian tingkat Sumbar. Terimakasih juga kepada lurah yang sudah melaksanakan tugas dengan baik," ucap Mahyeldi.(yz).

PADANG - Ada yang berbeda dan menarik dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Padang, Sumatera Barat di tahun 2018 ini. Pasalnya, pada hari jadi yang ke-349 bagi ibukota Provinsi Sumatera Barat itu, bakal kedatangan dua delegasi dari Ba Ria Vung Tau (Vietnam) dan Hildesheim (Jerman).

Kedua perwakilan negara yang sudah menjalin kerja sama 'sister city' dengan Kota Padang ini direncanakan ikut memeriahkan hari jadi yang diperingati setiap 7 Agustus itu, sembari menindaklanjuti penguatan proses kerjasama yang telah terjalin. Demikian disampaikan Kepala Bagian Kerjasama Setdako Padang, Erwin kepada wartawan di Media Center Balaikota Padang, Rabu (25/7).

“Ini momentum bagi kita di Kota Padang untuk menyempurnakan sister city relationship terhadap beberapa poin yang telah dan akan dikerjasamakan nantinya. Baik dengan Delegasi Ba Ria Vung Tau, Vietnam dan juga sehubungan peringatan 30 tahun kerjasama Padang-Hildesheim, Jerman,” sebutnya.

Oleh karena itu sebut Erwin, ia pun berharap masing-masing OPD terkait bersinergi mempersiapkan segala sesuatunya sehingga semua rangkaian berjalan maksimal.

“Di samping itu kita juga mengharapkan dukungan stakeholder terkait juga ikut mendukung,” harapnya lagi.

Seperti diketahui, salah satu kesepakatan yang terjalin antara Padang dengan Ba Ria Vung Tau antara lain yakni keberadaan pojok promosi daerah. Dimana Padang mendapatkan pojok promosi di Ba Ria Vung Tau, demikian juga sebaliknya. Kedua daerah ini telah menandatangani nota kesepahaman pada Mei 2017 lalu.

“Kedua daerah akan fokus pada kerjasama bidang utama meliputi tata kelola administrasi, pertanian dan perikanan, perdagangan dan investasi, pendidikan dan pelatihan, budaya, olahraga, pariwisata serta lainnya. Semoga ini bisa berjalan maksimal dan memberikan dampak positif bagi kemajuan Padang ke depan,” imbuhnya.

Sementara itu terang Kabag Kerjasama itu, terkait kerjasama antara Padang dengan Hildesheim sudah terjalin semenjak 20 Juni 1988 silam. Beberapa kesepakatan telah dilahirkan seperti mencakup bidang teknik meliputi berbagai disiplin ilmu serta penerapannya di lapangan. Kemudian meliputi aspek perencanaan kota, air minum, penyempurnan sistem drainase pembuangan sampah, pola transportasi dan tata kota.

"Tidak hanya itu, kerjasama ini juga meliputi bidang pendidikan peningkatan keahlian staf pemerintahan daerah, membantu pengembangan perguruan tinggi serta sekolah-sekolah kejuruan atau pendidikan formal. Sementara di bidang sosial budaya menyangkut instansi pembinaan kesenian daerah, peningkatan prestasi olahraga dan sebagainya," paparnya.

Cukup banyak kegiatan penting dan menarik yang akan dihelat nantinya selama keberadaan dua delegasi tersebut di Kota Padang. Diantaranya menghadiri pelaksanaan Dragon Boat Exhibition, PIOMFest, Seminar IV IIOLGF, Padang Night Carnival (Pawai Telong-Telong) dan Symposium di Universitas Bung Hatta (UBH). Selanjutnya juga ada Field Visit, Peresmian Ba Ria Vung Tau Trade Center di Padang, Cooking Rendang Exhibition, Gala Dinner dengan Walikota Padang serta Gubernur Sumbar. Seperti direncanakan, dua delegasi ini akan berada di Kota Padang selama 4-11 Agustus. (David)

Sehubungan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten, DPRD Kabupaten Kampar melakukan study banding ke DPRD Kota Padang.

Rombongan DPRD Kabupaten Kampar diterima oleh Kabag Administrasi DPRD Kota Padang, Yuska Librafortunan, Selasa (22/7).

Dijelaskan dengan gamblang oleh Yuska Librafortunan bahwa pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 132 ayat (1), Pasal 145, Pasal 186 ayat (1), dan Pasal 199 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Atas pertimbangan tersebut, pada 12 April 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten, dan Kota (tautan: PP Nomor 12 Tahun 2018).

Dalam PP ini disebutkan, DPRD provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai fungsi: a. pembentukan Perda; b. anggaran; dan c. pengawasan.

Fungsi Pembentukan Perda

Menurut PP ini, program pembentukan Perda (Peraturan Daerah) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara DPRD dan Kepala Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Perda.

Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD atau Kepala Daerah, yang disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik.

“Rancangan Perda yang berasal dari DPRD  dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) yang dikoordinasikan oleh Bapemperda,” bunyi Pasal 6 ayat (1) PP ini.

Rancangan Perda yang telah disetujui oleh paripurna DPRD disampaikan dengan surat Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah. Selanjutnya, Rancangan Perda yang berasal dari DPRD atau Kepala Daerah, menurut PP ini, dibahas oleh DPRD dan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama.

“Pembahasan rancangan Perda dilakukan melalui pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II,” bunyi Pasal 9 ayat (2) PP ini.

Disebutkan dalam PP ini, dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Sementara dalam hal rancangan Perda tersebut tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah, menurut PP ini, rancangan Perda tersebut tidak dapat diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa sidang itu.

PP ini juga menegaskan, rancangan Perda dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah. Sedangkan rancangan Perda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah.

“Rancangan Perda yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa sidang yang sama,” bunyi Pasal 10 ayat (6) PP ini.

Sedangkan rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah, menurut PP ini, disampaikan Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.

“Rancangan Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), APBD, Perubahan APBD, Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Tata Ruang Daerah yang telah disetujui oleh DPRD dan Kepala Daerah dalam rapat paripurna, dapat diundangkan setelah dilakukan evaluasi oleh Menteri Dalam Negeri atau Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sesuai dengan kewenangannya,” bunyi Pasal 12 PP ini.

Fungsi Anggaran

PP ini menegaskan, fungsi anggaran DPRD diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap rancangan Perda tentang APBD yang diajukan oleh Kepala Daerah.

Pembahasan rancangan Perda tentang APBD, menurut PP ini, dilaksanakan oleh DPRD dan Kepala Daerah setelah Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang APBD beserta penjelasan dan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Pembahasan rancangan Perda tentang APBD dilaksanakan oleh badan anggaran DPRD dan tim anggaran Pemerintah Daerah,” bunyi Pasal 17 ayat (3) PP ini.

Ketentuan mengenai pembahasan rancangan Perda tentang APBD sebagamana dimaksud, menurut PP ini, berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembahasan rancangan Perda tentang perubahan, jelasnya menutup pembicaraan.

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.