Transaksi Non Tunai, BOP, Pengelolaan Mamin Rumah Jabatan dan SAKIP Jadi Tema Kunjungan Sekretariat DPRD Kota Bukittingg

PADANG - Sekretariat DPRD Kota Bukittinggi berkunjung ke DPRD Kota Padang dengan tema tentang PAW, Transaksi Non Tunai, BOP, Pengelolaan Mamin Rumah jabatan dan SAKIP. Rombongan diterima olehKabag Administrasi, Yuska Librafortunan, Kasubag Verifikasi Rahmat Aziz, Kasubag Anggaran M Arsyad serta Kasubag PB dan Pelaporan Ricco Santoso, Rabu, (14/3).

Rahmat Azis menjelaskan seluruh instansi pemerintah telah diwajibkan untuk menyusun Laporan Kinerja di setiap tahunnya, hal itu merupakan salah satu wujud penguatan akuntabilitas kinerja yang merupakan salah satu program yang dilaksanakan dalam rangka reformasi birokrasi. Penguatan akuntabilitas ini dilaksanakan dengan penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang SAKIP.

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana instansi pemerintah mengimplementasikan SAKIP-nya, serta sekaligus untuk mendorong adanya peningkatan kinerja instansi pemerintah, maka perlu dilakukan suatu evaluasi implementasi SAKIP. Evaluasi ini diharapkan dapat mendorong instansi pemerintah di pusat dan daerah untuk secara konsisten meningkatkan implementasi SAKIP-nya dan mewujudkan capaian kinerja (hasil) instansinya sesuai yang diamanahkan dalam RPJMN/RPJMD.

Lebih jauh Rahmat menerangkan bahwa untuk melaksanakan evaluasi sistem AKIP tersebut maka Kementerian PAN & RB menerbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan tersebut merupakan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Cakupan/ruang lingkup kata Rahmat merupakan Implementasi SAKIP yang dievaluasi adalah :
1. Penilaian terhadap perencanaan strategis, termasuk di dalamnya perjanjian kinerja, dan sistem pengukuran kinerja;
2. Penilaian terhadap penyajian dan pengungkapan informasi kinerja;
3. Evaluasi terhadap program dan kegiatan; dan
4. Evaluasi terhadap kebijakan instansi/unit kerja yang bersangkutan.

Dalam pelaksanaan evaluasi atas implementasi SAKIP dilaksanakan melalui tahapan Survei Pendahuluan dan Evaluasi atas Implementasi SAKIP. Survei pendahuluan dilaksanakan untuk memahami dan mendapatkan gambaran umum mengenai kegiatan/unit kerja yang akan dievaluasi. Sedangkan evaluasi implementasi terdiri atas evaluasi penerapan komponen manajemen kinerja yang meliputi perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi internal, dan capaian kinerja, jelasnya.

Evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi harus menyimpulkan hasil penilaian atas fakta obyektif Instansi pemerintah dalam mengimplementasikan perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja dan capaian kinerja sesuai dengan kriteria masing-masing komponen yang ada dalam LKE terang Ricco.

Setelah melaksanakan tahapan-tahapan dalam evaluasi atas implementasi SAKIP harus menghasilkan Kertas Kerja Evaluasi (KKE) dan Laporan Hasil Evaluasi (LHE). LHE ini disusun berdasarkan berbagai hasil pengumpulan data dan fakta serta analisis yang didokumentasikan dalam KKE ujarnya.

LHE disusun berdasarkan prinsip kehati-hatian dan mengungkapkan hal-hal penting bagi perbaikan manajemen kinerja instansi pemerintah yang dievaluasi. Permasalahan atau temuan sementara hasil evaluasi (tentative finding) dan saran perbaikannya harus diungkapkan secara jelas dan dikomunikasikan kepada pihak instansi pemerintah yang dievaluasi untuk mendapatkan konfirmasi ataupun tanggapan secukupnya.

Nominal tunjangan untuk anggota serta pimpinan DPRD se-Indonesia sudah dinaikkan oleh Presiden Joko Widodo. Naiknya tunjangan itu termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Berdasarkan PP 18/2017 yang resmi diundang-undangkan pada 2 Juni 2017. Dengan demikian, aturan soal tunjangan untuk anggota DPRD yang sebelumnya diatur dalam PP 24/2004 tidak lagi berlaku.

Beberapa waktu lalu Dirjen Otda Kemendagri Sumarsono mengatakan jenis dan nominal tunjangan bagi anggota DPRD bertambah. Menurutnya, penambahan itu akan membuat anggota DPRD lebih nyaman.

Fasilitas bagi anggota DPRD juga ditambah, dari rumah jabatan, rumah dinas, hingga kendaraan dinas. Bahkan bila pimpinan DPRD tidak memakai kendaraan dinas, mereka akan mendapat uang transportasi.

"Jadi banyak sekali fasilitas-fasilitas baru yang kemudian diberikan kepada mereka. Yang jelas untuk operasional yang mereka impikan 80% itu istilahnya dilumsum," ucapnya.

Kini, anggota DPRD juga mendapat tunjangan komunikasi. Diamenyebut tunjangan komunikasi bagi anggota DPRD dibagi menjadi 3 kategori. Kategori tinggi mendapat tunjangan komunikasi 7 kali uang representasi, kategori sedang mendapat 6 kali uang representasi, dan kategori rendah mendapat 5 kali uang representasi.

"Jadi yang kenaikan tunjangan komunikasi dan pola penanganan biaya perjalanan dengan lumsum 80% itu yang paling terlihat," ucapnya.

Dia mengatakan penambahan nominal itu juga disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing. Dia menegaskan hal ini tidak akan membebani APBD. "Tidak, karena selama ini sangat kecil," ujarnya mengakhiri pertemuan.
[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.